The World of Ghibli Jakarta : Ghibli, Animasi yang Menginspirasi

Once You Do Something, you never forget. Even if you can’t remember

Cihiro, Spirited Away, 2001

Sepengalan kalimat di atas adalah sebuah momen inspirasi yang saya pelajari dari Kisah Spirited Away, salah satu film animasi dari Studio Ghibli yang dirilis pada tahun 2001 dan menjadi film dengan penonton terbanyak dalam sejarah perfilman jepang yaitu 23 juta penonton serta meraup keuntungan 30 miliar yen. Kesuksesan film ini menurut pendapat saya, yang mana saya sudah melihat 3 kali film ini adalah terletak dari kepiawaian imajinasi Hayao Miyazaki sang sutradara dan merupakan animator handal di Ghibli Studio memberikan sentuhan psikologis maupun logika dalam film ini. Namun tulisan saya kali ini bukan mereview film tersebut namun lebih kepada sebuah acara eksibisi yang baru-baru saya kunjungi dan dilaksanakan di Jakarta Indonesia, yang sangat memuaskan rasa cinta para penggemar Studio Ghibli, nama acaranya adalah The World of Ghibli Jakarta.

The World of Ghibli Jakarta adalah sebuah eksibisi yang berlangsung dari tanggal 10 Agustus sampai dengan 17 September 2017 di Ritz Carlton Hotel Jakarta. Acara ini merupakan rangkaian acara yang memberikan sungguhan penayangan kembali film animasi Ghibli Studio dan pameran replika film tersebut. Adapun Ghibli Studio sendiri sudah mempunyai museum tersendiri di Tokyo, konsep museum yang di Tokyo kurang lebih sama dengan konsep pameran yaitu menampilkan replika dari plot yang menarik dari masing-masing film Ghibli Studio. Kedatangan saya ke acara ini memang unpredictable kebetulan saya memang sedang berada di Jakarta sehingga saya searching acara apa yang menarik di kota ini selama periode saya tinggal dan saya melihat pameran ini, karena sudah ada rencana juga untuk berkunjung ke Museum Ghibli di Tokyo walaupun belum kesampaian…… jadi alangkah baiknya jika sebagai warm up kita bisa melihat acara ini dulu di Indonesia.

Lokasi acara ini sangat mudah dijangkau dan acara sendiri berlangsung dari pukul 10.00-22.00 WIB, harga tiket dapat saya katakan lumayan mahal, yaitu berkisar antara Rp300 ribu rupiah di hari biasa dan Rp. 350 ribu rupiah di hari weekend. Luas area eksibisi menurut saya lumayan juga karena menggunakan seluruh ballroom dari Ritz Carlton bahkan menurut info dari para usher adalah Ritz Carlton menolak semua acara wedding atau pameran lain jadi ekslusif hanya untuk pameran Ghibli ini. Tadi saya sebutkan usher ya, yup di pameran ini ada usher nya yang kurang lebih menjadi sorotan saya dan dapat dikatakan banyak sekali usher di acara ini, mungkin menurut saya ini terkait dengan budaya Indonesia always happy to be served jadi memang EO acara ini memang sangat kreatif menyikapi budaya tersebut sehingga jumlah usher yang ada sangat memadai untuk semua pengunjung. Namun ini menurut opini saya saja sih apabila jumlah usher yang banyak pasti meningkatkan people resource cost dan ujung-ujungnya pantesan harga tiket nya mahal hehehe. Namun usher yang bertugas ini memang ramah-ramah, anda bisa dengan leluasa menyapa mereka dan mereka dengan senang hati menceritakan semua pengetahuan mereka tentang Ghibli so don’t be afraid to ask them jika kamu gak tau misalnya replika ini dari film apa atau apa makna dari replika ini yang ingin disampaikan oleh para animator percayalah para usher its very wiseful and knowledgeable tentang Ghibli. Sekali lagi akan tetapi justru hehehe useher ini banyak diberdayakan pengunjung untuk apa…. ayo tebakkk… yup berfoto bersama, jadi para usher saya lihat cukup sibuk mengurus beberapa remaja atau pun pasangan untuk berfoto dengan berbagai pose juga ekspresi yang pastinya saya yakin pasti akan masuk instragram but whatever yang penting acara ini luar biasa terima kasih para usher.

Nah masuk ke acaranya, kurang lebih ada 3 jam saya berada di dalam pameran. Saya memulai dengan bagian yang menyajikan infografis tentang orang-orang di balik Ghibli Studio. Studio film animasi yang berbasis di Koganei, Tokyo, Jepang ini menampilkan  film animasi yang mengandung unsur-unsur provokatif, imajinatif, dan emosional  Didirikan pada tahun 1985, Ghibli dipimpin sutradara ternama Hayao Miyazaki bersama dengan rekannya yang juga pembimbingnya, Isao Takahata. Asal mula Studio Ghibli dapat dibilang berawal pada tahun 1983, dengan film Nausicaä of the Valley of the Wind yang terus terang saya juga belum liat film pertama ini. Sebagai bagian dari strategi bisnis memperlebar sayap ke dunia Barat, Tokuma, perusahaan induk Studio Ghibli, telah memberikan pada Disney hak-hak video untuk delapan filmnya serta hak distribusi dunia untuk film seperti Princess Mononoke dan sang legenda favorit saya Spirited Away. Film Miyazaki, Howl’s Moving Castle adalah  merupakan adaptasi sebuah buku karya penulis british , Diana Wynne Jones, yang diterbitkan di beberapa negara termasuk Amerika Serikat dan Kanada. Bayangkan saja Ghibli berhasil mengadaptasi sebuah buku novel yang British ke dalam coretan animasi apa tidak genius itu Film Ghibli yang bukan merupakan hasil arahan Miyazaki yang paling terkenal dan dipuji adalah Grave of the Fireflies, 1988, yang disutradarai Isao Takahata, sebuah film favorit saya juga dan sudah saya tonton 2x ceritanya sedih yang terfokus pada kehidupan dua anak yatim piatu pada zaman pasca-Perang Dunia II di Jepang. Dan ini adalah beberapa informasi yang saya catat pada saat memasuki bagian infografis ini, dan sebagai catatan juga Ghibli sudah 3 kali dinominasikan ke Academy Award di kategori Best Animated Feature dan Spirited Away adalah film yang berhasil meraih piala Oscar dua film lainya yaitu Howl Moving Castle dan Tales of Princess Kaguya.

Film yang sangat emosinonal dari Ghibli jika ada Academy Award di kategori Best Animated Feature di era 89an saya yakin film ini menang

Memasuki bagian utama Ballroom Ritz Carlton saya disambut oleh atmosfir yang benar benar fantasy banget dengan backsound music lagu lagu ghibli saya merasa berada di museum Ghibli sehingga menjadikan ini pengalaman yang sangat istimewa buat saya. Eksibisi pertama yang saya lihat adalah Guardian Robot dari film Laputa : The Castle in the Sky, benar benar mirip dengan robot yang ada di film, namun di sini posenya adalah memberikan bunga di belakangnya ada guardian grave nya dimana kisah Laputa ini menceritakan para robot guardian yang sudah terlupakan berabad-abad.

Prototype Guardian Robot dari film Castle in The sky
The Robot Graveyard dari film Castle in The sky juga ada

Berikutnya saya amaze dengan rumah toko rotinya Kiki dalam film Kiki Delivery Service, rumah ini didesain mirip banget dengan rumah asli di film dan saya menilai detail oriented banget memang acara ini layaknya budaya Jepang yang memang sangat detail mulai dari penyusunan roti sampai arsitektur rumahnya. Rumah di sebelahnya adalah rumah keluarga Kusakabe dalam film yang banyak menginpirasi masa kecil kita yaitu My Neighbor Totoro, dimana di rumah ini tinggal Mei dan Satsuki bersama ayah dan ibunya, rumah sederhana ini duh ciamik banget dan merupakan yang the best di eksibisi ini karena asli banget sampai meja belajar Mei dan Satsuki semua ada di sini. Arsitektur rumah keluarga ini adalah arstektur rumah warga Jepang di era tahun 1960 an makanya ada sepeda tua, dan bahkan ruang kerja ayah Mei dan satsuki dibuat berantakan sesuai dengan plot di film, buku-buku yang ada, dimana sang ayah adalah seorang kutu buku, merupakan buku asli dari tahun 50 an dan langsung dibawa dari Jepang Awesome bukan.

Rumah toko Roti Kiki dalam film Kiki Delivery Service
Dalam rumah ini asli rotinya didesain sangat mirip dengan di film

 

Meja Belajar Mei
Rumah Keluarga Kusakabe dalam film My Neighbor Totoro
Tampak setengah rumah Keluarga Kusakabe
Ruang Kerja Ayah Mei dan Satsuki, buku yang ada di sini asli buku tahun 50 an
Rumah Keluarga Kasukabe tampak samping

Di samping rumah keluarga Kusakabe adalah the one and only paling favorit di acara ini siapa lagi kalau bukan Totoro. Totoro sendiri sangat sukses dan menginspirasi begitu banyak anak kecil di Jepang dan dunia. Bentuk nya yang mirip Teddy Bear dengan perpaduan warna hitam putih ini menurut beberapa orang sangat mengemaskan. Banyak sekali yang antri di replika Totoro ini demi bisa berfoto dengan si Totoro.

Totoro yang melegenda
Antrian antusiasme pengunjung dengan Totoro

Selanjutnya adalah The Moving Castle, dalam film Howl Moving Castle, entah kenapa saya malah gemes dengan yang ini kalau yang lain dengan Totoro. Saya menyempatkan diri berfoto dengan hasil karya Miyazaki yang merupakan interepretasi beliau dalam menerjemahkan novel nya Diana Wynne Jones adalah brilian. Selain Moving Castle yang berikutnya saya sukai adalah dunia Arwah tempat Cihiro yang juga sangat menarik. Kebetulan belum ada usher yang berpose ala No Face pada saat saya datang, karena menurut infonya di jembatan biasanya tetap ada No Face bertengger menggoda Cihiro atau menggoda pengunjung hehehe. Bahkan gerbang menuju dunia arwah sangat mirip dengan aslinya di film loh.

Howl Moving Castle, saya amazed banget dengan ini
Gerbang perbatasan dunia manusia dan arwah di Spirited Away

 

Dunia Spirited Away

Masih banyak lagi yang bisa dilihat seperti ada replika kapal Marnie, kemudian ada adegan di filmPonyo, sampai Ornithopter dalam film Laputa. Jika ingin bersitirahat bisa masuk ke trailer room yang menampilkan trailer dari film film Ghibli.


Secara keseluruhan ini merupakan sebuah pengalaman yang sangat menyenangkan sekali bisa melihat semua replika ini. Oh ya satu lagi saya suka dengan manajemen dari acara ini karena memang sangat tertib dan detail. Garis-Garis untuk antrian sudah dibuat dengan sangat jelas loh di sini jadi jika anda tertarik berfoto silahkan masuk ke garis antrian ya. Yang menarik adalah replika dibuat dengan mengunakan bahan dari Indonesia dan yang membuat nya juga adalah para seniman Indonesia kecuali beberapa artifak asli seperti buku di rumah Keluarga Kusakabe dan beberapa furniture yang asli dari Jepang.Ketika kita keluar kita akan diberkan sebuah kesempatan untuk menulis testimoni dan testimoni wall juga sudah banyak ditempeli oleh kesan dan pesan para pengujung. Ada souvenir shop yang menjual pernak pernik Ghibli yang semuanya original dari Jepang tapi harganya agak mahal sih

Saya tutup tulisan saya tentang Ghibli dengan sebuah quotes lagi dari salah satu film Ghibli yaitu Kiki Delivery Service

We need to find our own inspiration. Sometimes, it’s not Easy

Ursula-Kiki Delivery Service

Ferdi Cullen

Gedung Candra Naya : Cagar budaya di tengah Modernisasi Jakarta

Candra Naya Building, Juni 2016

Imajinasi saya langsung menancap pada kisah animasi beberapa tahun lalu yaitu film Up dimana kisahnya menceritakan tentang kisah seorang pria tua yang rumahnya terhimpit arus modernisasi pembangunan perkotaan yang sedang maraknya seperti pembangunan gedung perkantoran, hotel, dan mall. Namun rumah pria tersebut tetap setia menjadi saksi perubahan kebudayaan itu. Nah saya teringat kisah ini ketika saya berkunjung ke Rumah Candra Naya berikut lengkapnya.

Rumah Candra Naya

Rumah Candra Naya merupakan rumah khas Tionghoa yang sama sekali tidak kita disangka keberadaanya. Mengapa saya katakan demikian? karena letak rumah ini terhimpit diantara gedung hotel dan apartemen yang mengelilingi nya. Terletak di Jalan Gajah Mada No 118 Jakarta Barat (Kompleks Green Central City) persis di samping hotel Novotel dan sebuah minimarket. Gedung ini memang sangat tersembunyi jika dilihat dari luar maka tidak ada satu orang pun yang menyadari akan adanya gedung ini. Menurut saya gedung ini mereleksikan betapa pentingnya melestarikan bangunan bersejarah apalagi dengan arsitektur unik seperti gedung ini.

Berdasarkan sejarah yang saya dapat dari berbagai sumber di internet, rumah ini adalah rumah seorang Mayor berkebangsaan Tionghoa yang bernama Khouw Kiam An yang merupakan mayor bagi komunitas Tionghoa di Batavia kala itu. Pada jaman tersebut tidak semua orang Tionghoa memang yang diperbolehkan membangun sebuah bangunan dengan tipe arsitekutr burung walet ini. Arsitektur bangunan ini mencerminkan status sosial dari pemiliknya.Bangunan ini sendiri sudah berusia 200 tahun walaupun tidak ada catatan resmi kapan dibangunanya, menurut kisah yang saya baca kini hanya bangunan utama saja yang masih bisa kita lihat sedangkan sisa bangunan yang lain sudah tidak ada lagi alias diratakan oleh modernisasi. Jadi sebelumnya terdapat bangunan lain dan juga taman luas, bagi anda yang sudah pernah ke Rumah Tjong A Fie di Medan, rumah khas seorang tokoh Tionghoa adalah harus memenuhi beberapa unsur Fengshui seperti ada unsur alam sehingga taman merupakan salah satu tempat wajib bagi rumah khas Tionghoa. Akan tetapi taman tersebut saat ini sudah menjadi bagian depan Hotel Novotel plus Minimarketnya.

IMG_1656IMG_1646IMG_1642IMG_1633IMG_1623

Sebagaimana rumah bergaya Tionghoa yang pernah saya lihat, rumah ini relatif masih sangat sederhana jika dibandingkan dengan Rumah Tjong A Fie yang ada di Medan masih jauh saya lihat karena dari segi arsitektur masih lebih menarik rumah Tjong A Fie. Jika rumah Tjong A Fie banyak perabotan maka di dalam rumah kita hanya bisa melihat ruangan demi ruangan karena semua perabotan sudah tidak ada lagi di rumah ini. Hal in terjadi karena rumah ini memang bukan Museum hanya sebagai cagar budaya atau icon monumen saja. Jika kita lihat di dalam rumah maka kita bisa melihat marmer dan pahatan kayu yang sangat kokoh ciri khas rumah Tionghoa masa lampau.

Untuk mempercantik rumah ini ada sebuah franchise kopi di samping rumah ini yaitu Kopi Oey yang menurut saya makin memperindah rumah ini. Jika anda ingin menikmati meminum kopi di suasana oriental sepertinya cocok di sini. Untuk anda pencinta fotografi, saya rasa rumah ini cocok untuk dijadikan tempat untuk mengasah kemampuan fotografi anda. Bagian arsitektunya yang sangat kental dengan lekukan sangat indah diabadikan dalam bentuk kary seni fotografi.Dan satu lagi tentunya bagi para instgramable mungkin tempat ini cocok juga menjadi objek untuk menambah koleksi foto anda di Instagram.

IMG_1615

Bentuk kosong yang tepat berada di tengah gedung ini menurut saya kembali mengingatkan tentang kisah Up yang saya ceritakan di awal tadi jadi siapa sangka saja mungkin ada balon terbang yang bisa menerbangkan tempat (sekedar imajinasi liar saya).

Semoga keberadaan cagar budaya Candra Naya ini bisa memberikan ruang bagi bangunan-bangunan kuno lainnya yang ada di kota Jakarta agar tetap dapat dilestarikan dan lebih baik jika dijadikan museum saja sehingga para generasi muda dapat belajar dari bangunan tersebut dan semoga semua pihak tetap mendukung agar keunikan ini bisa bertahan sampai masa akan datang.

Ferdi Cullen

PAKANTAN : LAND OF MY ANCESTOR

Sudah cukup lama saya mempunyai keinginan untuk pulang kampung ke tanah asal leluhur saya berada, karena menurut keyakinan kami Suku Mandaliling menjadi sebuah kelumrahan jika seseorang yang beranjak dewasa wajib untuk melihat tanah leluhurnya sehingga kami tidak lupa daratan dan kami mengetahui siapa kami sebenarnya. Dengan berbekal rencana yang sangat minim maka pada bulan September lalu saya dengan ibunda, kakak, dan juga kedua Paman dan bibi saya, berangkat menuju ke Tanah Pakantan.

peta_lokasi_kecamatan_pakantan_kabupaten_mandailing_natal-svg
Peta Kecamatan Pakantan sumber : Pemda Mandailing Natal

Perjalanan yang ditempuh sudah hampir sama dengan perjalanan dari Medan ke London, huhuhu perjalanannya adalah 14 jam bayangkan saja bagaimana lelah nya menempuh perjalanan 14 jam melalui darat. Dengan melewati 8 kabupaten yang ada di wilayah Sumatera Utara membuat saya memahami arti dari melintasi wilayah Sumatera Utara itu seperti apa medanya.

Di sepanjang perjalanan terbentang sawah dan rumah adat Suku Batak yang sangat mengagumkan, melewati danau terbesar di Indonesia. Kami memulai perjalanan di malam hari pukul 8 malam dan tiba di siang hari yaitu sekitar pukul 12 siang. Dan akhirnya kami tiba di tanah Pakantan, tanah yang selalu disebutkan oleh Nenek dan Kakek saya, akhirnya saya pun sampai juga menginjakan kaki di tanah yang merupakan tanah kelahiran dari leluhur saya ini.

img_0709
Tanda Masuk Kecamatan Pakantan

Dikutip dari web Wikipedia dan web Kabupaten Mandailing Natal, Kecamatan Pakantan adalah sebuah Kecamatan yang terletak di hulu sungai Gadis (Batang Gadis), dilereng Gunung Kulabu diwilayah Kabupaten Mandailing Natal paling selatan, berjarak 12 km dari Muara Sipongi / jalan Raya Lintas Sumatera mengarah ke barat. Pakantan terdiri dari Delapan “huta” (desa) yaitu Huta Dolok, Huta Gambir, Huta Lancat, Huta Lombang, Huta Padang, Huta Toras, Huta Julu, dan Silogun. Jadi Pakantan ini adalah ujungnya Sumatera Utara dan setelah kecamatan ini sudah memasuki wilayah Sumatera Barat.

img_0659
Sungai Batang Gadis yang jernih

Wilayahnya yang strategis dengan hamparan persawahan yang membentang luas, diapit oleh dua buah sungai kecil: Sijorni dan Mompang, dibelah dua oleh sungai Pahantan dengan kesejukan airnya serta dikelilingi perbukitan bak dipagari/dibentengi, terlihatlah serupa bentuk kuali (wajan) dan beriklim dingin karena ketinggiannya 1200 meter diatas permukaan laut. Pakantan merupakan wilayah adminsitratif Kecamatan yang ditetapkan sebagai Kecamatan kurang lebih 10 tahun yang lalu.

img_0710
Wilayah Pakantan sering disebut dengan Kuali Sawah

Sedikit bercerita mengenai sejarah Suku Mandailing, Mandailing, menurut legenda berasal dari daerah Munda di utara India. Masyarakat Munda di utara India ini terpukul oleh serangan bangsa Arya, lalu berpindah ke Burma di mana terdapat sebuah kota purba yang dinamakan Mandalay. Setelah sekian lama di sana mereka sekali lagi diusir ke luar oleh kaum asli Burma, lalu berpindah menyeberangi Selat Malaka hingga ke Sumatera. Dan mereka pun mendirikan kerajaan bernama Mandala Holing yang akhirnya menjadi sebutan kami saat ini yaitu Mandailing. Mandailing memang sebuah kerajaan sehingga pada waktu dulu kerajaan ini disegani di seluruh nusantara bahkan dunia. Konon, kerajaan Mandailing memiliki kekuatan gaib semacam ilmu sihir hitam untuk menumpas lawan lawannya. Namun pada saat yang kurang menguntungkan Datu Besar (guru besarnya) atau kalau di bahasa modern nya adalah para penyihir, meninggal dunia sehingga kekuatan kerajaan Mandailing lemah dan puncaknya adalah penyerbuan Kerajaan Singosari dari Jawa ke wilayah Semenanjung Malaya.

Aksi penyerbuan dari Singosari pada abad ke-14  tersebut didokumentasikan dalam Kitab Negarakertagama yang dibuat oleh Mpu Prapanca. Dalam kitab tersebut diceritakan bagaimana luar biasanya Kerajaan Mandailing itu. Karena berasal dari India maka kepercayaan masyarakat Munda adalah Hindu sehingga di abad 5 dan 6 M banyak berdiri Candi Hindu di daerah Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal. Namun candi tersebut tidak terawat dan banyak mengalami gempa bumi sehingga jadi beberapa candi mungkin sudah tertelan oleh alam. Reruntuhan candi-candi yang masih tersisa di beberapa tempat seperti di Saba Biaro Pidoli dan Simangambat yakni Pidoli terletak di Panyabungan dan Simangambat di Siabu. Setelah hancurnya Kerajaan Mandala Holing maka paham masyarakat beralih menjadi paham Parbegu* (belum beragama, animisme), dan menjadi Islam berhubungan dengan peristiwa Perang Padri di Bonjol (1825-1830). Para perwira kerajaan waktu itu banyak masuk ke wilayah Pakantan dan wilayah Mandailing lain untuk menyebarluaskan agama Islam. Hingga saat ini mayoritas masyarakat suku Mandailing adalah Muslim.

img_0705
Batu Tulis Tanda Peradaban Suku Munda

Ok cukup sudah cerita mengenai sejarah, kita kembali ke topic tanah leluhur saya, ketika melihat pertama kali tanah ini, jalan menuju desa saya begitu sempit dan tidak begitu bagus jalanya. Saya jadi kaget ternyata dibandingkan dengan masyarakat Toba masih lebih jauh lagi rupanya tanah leluhur saya ini dan banyak sekali jalan rusak dimana-mana. Tidak hanya jalan begitu juga dengan kondisi listrik yang selalu tidak stabil layaknya listrik di Sumatera  Utara ini. Namun yang membuat saya terkagum adalah pemandanganya yang memang luar biasa. Hampir seimbang lah dengan pemandangan Sumatera Barat, bahkan kabarnya wilayah Pakantan ini merupakan irisan dari wilayah Sumatera Barat.

img_0721
Pemandangan yang  sakral dan magis

Ada beberapa yang menyebutkan bahwa Pakantan ini adalah sebuah kuali Sawah dan ternyata memang bener kalau dilihat dari perbukitan yang mengelilingi nya dengan sawah berada di bawahnya bagaikan kuali yang berisi sebuah makanan yang siap disantap.

Sedikit cerita mengenai Gunung Kulabu yang saya pikir layaknya gunung besar ternyata arti Gunung Kulabu adalah perbukitan yang mengelilingi sawah ini yang membentuk pegunungan yang ditutupi dengan awan sehingga menjadi kelabu (Kulabu) maka disebutkan Gunung ini sebagai Gunung Kulabu. Menurut warga sekitar Pakantan Gunung Kulabu ini dulunya adalah tempat para penyihir Kerajaan Mandala Holing mengembangkan ilmu mereka, wah cukup seram juga ya dengernya namun itu hanya legenda, namun memang suasana sakral dan mistis menambah keindahan dari tempat ini.

img_0729
Gunung Kulabu tertutup kabut di pagi hari

Selain sawah dan Gunung Kulabu nya ada sebuah cerita menarik tentang masuknya agama Kristen di tanah Sumatera dan di Pakantan terdapat gereja tertua di Sumatera Utara. Jadi ternyata pengaruh Belanda dengan agama Kristen pertama kali hadir di wilayah ini bahkan sebelum adanya umat Kristiani di Toba. Akan tetapi bentuk geeja lama sudah tidak ada lagi dan diganti dengan gereja baru, sayang sekali ya apabila dilestarikan gereja asli buatan masyarakat Belanda itu pasti menarik untuk menjadi potensi pariwisata.

pakantan-church
Gereja Pertama di Sumatera Utara namun bentuk aslinya sudah tidak sama lagi

Berikutnya adalah kopi, sekedar informasi Pakantan merupakan wilayah pertama di Mandaling yang menanam kan kopi yang nantinya menjadi ciri khas kopi Mandailing. Pakantan terkenal dengan hasil kopinya. Pada zaman dahulu perkebunan kopi, Kopi Pakantan tidak saja beredar di daerah Tapanuli Selatan pada masa itu tapi sudah sampai menembus ke Eropa.Dengan kejayaan perkebunan kopi itu pengusaha Pakantan mampu membangun ekonomi Pakantan, distribusi hasil kopi Pakantan pun mampu menembus keluar Pakantan (Eropa).

Kedatangan saya ke Pakantan adalah dalam rangka berziarah ke makam nenek dan kakek buyut saya, pada pagi hari saya melihat sebuah perkampungan yang begitu asri layaknya suasana pedesaan pada umumnya dan rumah-rumah di sekitar sini banyak yang merupakan rumah panggung atau rumah yang bertingkat. Rumah penduduk di Mandailing berbentuk rumah panggung dengan menggunakan banyak tiang. Tiang-tiang bangunan yang terbuat dari kayu biasanya ditegakkan di atas batu ceper berukuran relatif besar. Penggunaan batu sebagai landasan tiang-tiang bangunan merupakan bagian dari teknik arsitektuk tradisional yang digunakan oleh orang Mandailing untuk membuat bangunan yang tahan gempa. Kalau misalnya terjadi gempa, goncangannya yang kuat tidak mudah merubuhkan rumah ini karena tiang-tiangnya tidak langsung tercecah atau terbenam ke tanah. Batu-batu ceper yang digunakan sebagai landasan tiang-tiang bangunan sampai batas tertentu dapat meredam sebagian goncangan gempa dan menyelamatkan bangunan dari keruntuhan yang tiba-tiba.

img_0799
Rumah Panggung milik warga Pakantan
img_0810
Salah satu rumah panggung milik warga

Rumah atau bagas dan rumah besar artinya adalah Bagas Godang. Sekilas budaya pakantan begitu menarik di mata saya ada rumah yang dinyatakan sebagai Bagas Godang. Bagas godang Mandailing merupakan aritektur yang khas bagi masyarakat Mandailing. Bagas godang berfungsi sebagai tempat tinggal raja sebagai pemimpin huta (desa) tersebut. Secara adat, bagas godang melambangkan bona bulu yang berarti bahwa huta (desa) tersebut telah memiliki satu perangkat adat yang lengkap. Selain tempat penyelenggaraan upacara adat, bagas godang juga berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi anggota masyarakat yang dijamin keamananya oleh raja

img_0801
Bagas Godang di Huta Lombang
img_0830
Bagas Godang di Huta Dolok

Bagas Godang yang saya temui ini adalah di wilayah Huta Dolok di atas Bukit,rumah tersebut terdapat di atas Bukit dan ketika menuju ke situ agak sedikit sulit karena harus berjalan mendaki. Namun setelah tiba di atas kami pun dipersilahkan masuk ke Bagas Godang yang dulunya merupakan tempat peristirahatan Raja. Walaupun tidak sebesar Istana Maimun tapi bangunanya cukup unik loh dengan kayu hitamnya yang memang sangat kuat.Struktur bangunanya adalah empat persegi panjang memakai atap seperti pedati yang disebut tarup silengkung dolok. Rumah adat tinggi,yang terbuka di bagian bawah, yang dibuat dari kayu dan atap ijuk dengan tiang-tiang besar yang berjumlah ganjil sebagai mana jumlah anak tangganya. Bagas godang mempunyai pintu depan lebar yang disebut pintu gajah marngaur karena bunyinya yang keras. Jika di buka seperti gajah yang mengaum. Di atas pintu utama Bagas godang ada ornament matahari yang sedang bersinar. Menurut orang Mandailing simbol tersebut merupakan sumber kekuatan, penerangan, sumber rezeki, dan sumber kehidupan. Atap di atas tangga bentuk segitiga dan hiasan ornamen yang mempunyai arti yang dibaca oleh orang arif. Dari atas Huta Dolok ini kami bisa melihat ke bawah seluruh desa Pakantan bisa terlihat dan memang pemandangan nya bagus banget.

img_0834
Pemandangan yang sangat asri dari atas Bukit Huta Dolok
img_0840
Salah satu bagian dalam Bagas Godang

Setelah menelusuri Bagas Godang kami pun berkunjung ke Bagas Godang yang lain di wilayah Huta Lombang dan menariknya di sini lengkap dengan Sopo Godang. Sopo Godang adalah sebuah bangunan yang bentuknya empat persegi panjang menyerupai bentuk Bagas Godang tetapi lebih kecil, terbuka dan tidak memiliki dinding, sedangkan tingginya lebih rendah dari bagas godang, terletak di depan bagas godang berbatasan dengan halaman .Fungsi sopo godang pada etnis Mandailing adalah tempat musyawarah adat, balai sidang keadilan, tempat pertunjukan kesenian ,tempat belajar adat, hukum, seni, kerajinan tangan serta ilmu lainnya, tempat bermalam musyafir dan lain-lain. Boleh dikatakan sopo godang ini adalah aula serba guna yang menampung segala kegiatan kemasyarakatan.Dan menariknya ada arsitektur Gambar yang di wilayah Pakantan adalah satu-satunya Bagas Gambar yang masih ada sampai saat ini di Mandailing. Mengapa disebut Bagas Gambar karena dindingnya bertuliskan sebuah gambar, mirip mirip lah dengnan hieroglif mesir namun saya tidak mendapat informasi lengkap apa arti dari gambar yang menarik tersebut.

img_0791
Sopo Godang yang saat ini masih digunakan oleh warga
img_0794
Gordang atau genderang ini berguna untuk memangil warga untuk berkumpul di Sopo Godang
img_0798
Aula Sopo Godang di sinilah warga berkumpul bersama sang Raja membahas masalah yang terjadi di Desa
img_0796
Gordang Sambilan adalah salah satu alat musik tradisional masyarakat Mandailing
img_0781
Ini adalah Bagas Gambar tertua di Mandailing dan arsitekturnya keren sekali
img_0813
Sopo Godang yang lebih kecil dan sudah diperbaharui

Sayangnya hanya 2 malam saja saya berada di desa yang sangat Indah ini benar-benar sangat bahagia akhirnya bisa menginjakkan kaki di tanah leluhur dan belajar bagaimana masyarakat Mandailing hidup dan bersosialisasi. Namun sangat disayangkan keindahan seperti ini masih banyak orang yang belum mengetahui nya dikarenakan pertama sulitnya akses infrastruktur ke desa ini, bayangkan saja jalan menuju desa ini begitu sulit banyak jalan yang rusak dan tidak kunjung diperbaiki. Kedua tempat ini juga sangat subur selain kopi, sawah di wilayah ini sangat potensial sekali, mudah-mudahan melalui tulisan ini semakin banyak masyarakat yang akan mengenal Pakantan dan saya yakin akan menjadi potensi Pariwisata yang tidak kalah indahnya di Sumatera Utara.

Ferdi Cullen

The Most Awesome Travelling Moment in 2014 : (2) Save The Elephant For The Future

Hello World…..

Apa kabar? Hope you are all alright and good health. Pada kesempatan hari ini saya akan menceritakan momen kedua saya dalam travelling 2014 yang sangat berkesan. Sesuai judulnya adalah Save The Elephant For The Future, perjalanan saya kali ini ada hubunganya dengan Gajah. Ya binatang Gajah, namun bukan Gajah Thailand hehehe.

Yup pada bulan Maret lalu saya berkesempatan untuk mengunjungi salah satu destinasi wisata Propinsi Sumatera Utara tepatnya di wilayah Kabupaten Langkat yaitu Tangkahan. Dan hari itu adalah hari Sabtu sehingga perjalanan pun dimulai pagi hari, kebetulan saya bersama rekan-rekan kerja di kantor kami pergi berdelapan.

Dari Binjai mobil bergerak menyusuri jalan raya Medan-Banda Aceh, melewati Kota Stabat, ibukota Kab. Langkat. Selepas Stabat, kira-kira 6 km, kami berbelok di masuk ke kiri di sebuah pertigaan, simpang Beringin namanya, menuju ke arah Sawit Seberang-Padang Tualang. Dari situ jalan menjadi lebih sempit tetapi masih lumayan bagus. Hanya agak terganggu karena sering berpapasan dengan truk sawit dan truk pasir.

Setelah melewati Padang Tualang, Tanjung Selamat dan Batang Serangan jalan mulai tambah menyempit. Dan setelah 30 km dari Simpang Beringin jalan aspal berubah menjadi jalan eks-aspal. Banyak berbatu-batunya daripada aspalnya.Beberapa jembatan juga sempit dan cukup berbahaya, sementara truk besar dan bus besar  jurusan Medan-Sawit Seberang juga masih sering berseliweran sewaktu-waktu. Pokoknya harus hati-hati lah. Namun untungnya kami punya seorang pengemudi yang paten sekali so it’s easy for him.

Sebelum sampai Sawit Seberang, tiba-tiba jalan berubah menjadi aspal mulus meski sempit. Dan begitu menyeberang jembatan memasuki Kota Kecamatan Sawit Seberang, kondisi jalan langsung terjun bebas lagi. Malah lebih parah. Lubang-lubang yang dipenuhi air jalan di daerah kota kecamatan itu malah sepertinya bisa dipakai untuk memelihara ikan lele, saking besar dan dalamnya. Satu km kemudian jalan pun memasuki kawasan perkebunan sawit Kuala, Sawit miliknya PTP Nusantara II. Jalan berubah menjadi jalan utama khas kebun sawit. Berbatu kerikil dan lurus-lurus. Di beberapa titik masih terdapat lubang-lubang dan jembatan-jembatan kecil yang perlu diwaspadai. Dan yang perlu diperhatikan juga adalah banyaknya titik persimpangan jalan di dalam kawasan kebun yang berates-ratus hektar luasnya itu. Kuncinya adalah ikuti saja tiang-tiang jaringan kabel listrik PLN di tepi jalan. Soalnya dari sejak masuk jalan raya Medan-Banda Aceh tadi tak Nampak satupun petunjuk arah menuju ke kawasan Tangkahan (yah begitulah kondisi pariwisata Indonesia khususnya Sumatera Utara)

Setelah 11 km lebih menyusuri jalan kebun sampailah di Desa Namo Sialang dan tak lama kemudian pintu gerbang (atau pintu masuk, soalnya tak ada gerbangnya) Tangkahan pun tercapai. Ada pembelian karcis masuk mobil di pintu masuk itu oleh petugas tak berseragam (dan ternyata semua petugas di sini memang tak berseragam).Kami disuruh membayar 50 ribu lumayan mahal sih kalo dibagi perorang kami berdelapan adalah Rp. 6.250.

DSC_0236

CRU Tangkahan

DSC_0256

Tangkahan Visitor Center

Visitor Information yang berdinding bambu. Rupanya di situ lah pintu masuk dan pembelian karcisnya. Harganya Rp. 3.000,- per orang. Murah ya. Kemudian kami terus keluar ke belakang dan langsung nampak sungai diantara rimbunan pohon. Untuk mencapai sungai jalannya berupa tangga yang cukup curam dan lumayan tinggi.

Sampai di bawah barulah terbentang kawasan Tangkahan itu. Jadi kawasan wisatanya merupakan tepian sungai pegunungan yang cukup lebar. Sehingga terdapat pantai berpasir yang cukup luas. Dan di situ adalah titik pertemuan antara Sungai Batang Serangan yang besar dan Sungai Buluh sebagai anak sungainya.

 DSC_0265DSC_0267 DSC_0270

Anak Tangga menuju ke Sungai Buluh

Setelah mengambil perbekalan kembali di mobil dengan susah payah mendaki tangga yang curam tadi (ngos-ngosan juga..) kami menyeberang dengan badan kami sendiri. Yup anda tidak salah dengan badan kami menyeberangi sungai tersebut dan kebetulan memang ketika kami datang sedang musim panas dimana debit sungai sangat rendah tapi perasaaan saya ketika menyeberanginya adalah tetap terasa ada gelombang sungai semeriwir jadi agak kurang seimbang tapi overall we did it. Cuma kali ini cukup berjalan saja, karena ketinggian air hanya sebatas lutut orang dewasa. Tapi meski sudah digulung celana, akhirnya tetap basah juga celananya. Kalau penampilannya kami seperti orang mengungsi karena kebanjiran hehehehe.

DSC_0274

Menyeberangi Sungai Buluh

Setelah 200 meter menyusuri sungai berbatu kecil-kecil akhirnya kami menemukan tempat yang pas untuk menjadi tempat berteduh. Segeralah tikar dibentang, segala bekal dikeluarkan. Memang saat itu jam sudah menunjukkan pukul 12 siang dan perut pun sudah mulai lapar setelah 2 jam perjalan yang cukup melelahkan tadi. Dan Its show time ada yang foto-foto ada yang mandi-mandi. Lets have some fun….

DSC_0433 DSC_0489

Foto-foto dan Mandi-mandi

Nah setelah mandi mandi dan selfie serta groupie maka perjalanan kami dilanjutkan dengan kegiatan yang paling saya sukai dalam perjalanan ini yaitu kegiatan melakukan memandikan gajah. Berikut ini gambar-gambar Gajahnya yang menurut saya lucu-lucu.

Aktivitas memandikan gajah menurut saya merupakan sebuah aktivitas yang menyenangkan, cara mendaftarnya sangat mudah tinggal daftar di Tangkahan Visitor Centre tapi harganya lumayan mahal sih kemarin saya bayar Rp 80.000 untuk acara mandi sore para Gajah. Sekedar informasi untuk Elephant Trekking itu biayanya adalah Rp. 250.000 (mahal sih memang) tapi karena keterbatasan budget saya hanya mengikuti Washing Elephant sedangkan elephant trekking saya skip.

DSC_0567

hello please save me 

DSC_0576

Gajah suka hidup berkelompok
DSC_0580

Bersiap untuk Mandi DSC_0581

Perjalanan menuju Sungai 

DSC_0593

Ferdi Cullen dan Para Gajah yg ready untuk “nyemplung”

DSC_0626

Kegiatan Menyikat kulit Gajah yang sangat keras

DSC_0678Foto Bareng dengan Gajah yang udah Siap Mandi

Dan dengan selesainya proses memandikan gajah maka berakkhir sudah perjalanan kami. Sangat capek dan letih sehingga pas di perjalanan pulang kami pun tertidur lelap. Nah akhir kata saya mendapat pelajaran kita harus menyelamatkan binatang-binatang alam karena mereka sangat menarik jangan biarkan anak cucu kita tidak bisa melihat Gajah Sumatera yang merupakan warisan pulau Sumatera yang sangat Indah.

Save The Elephant For The Future

What a nice journey… Incredible