Berkunjung ke Freemason Hall Museum London

Freemasonry tried to define a new set of moral and spiritual value

Hello World,

Merebaknya pandemi covid 19, apakah kalian pernah mendengar teori konspirasi. Mungkin salah satu teori yang kalian dengar adalah keterlibatan Freemason terhadap situasi pandemi ini. Walaupun penuh dengan konspirasi, atau pun pemberitaan negatif, komunitas yang menurut National Geographic digolongkan sebagai The Oldest Secret Societies ini sudah berumur 3 abad dan akan tetap bertahan.

Museum of Freemasonry open to all

Pada saat kunjungan saya ke London di bulan Januari 2020 lalu, saya berkesempatan untuk berkunjung ke Freemason Hall United Grand Lodge of London. Ini adalah museum dan sekaligus perpustakaan yang membahas lengkap tentang seluk beluk Freemason. Bangunan yang didirikan pada tahun 1933 ini menggunakan rancangan arsitektur Art Deco yang sangat indah sekali. Selain kita bisa mempelajari tentang Freemason kita juga bisa menikmati keindahan Art Deco bangunan ini yang unik dan berbeda dibandingkan dengan bangunan lain yang ada di London.

Gedung United Grand Lodge yang sekaligus museum

Terus terang saya pertama kali mendengar tentang Freemason pada saat membaca buku berjudul Jacatra Secret yang ditulis oleh Rizky Ridyasmara dan merupakan buku favorit saya. Di buku itu plot nya mirip sekali dengan plot yang dibuat oleh Dan Brown. Begitu juga saya suka membaca blog sejarah historiaid yang banyak membuat artikel tentang Fremason di Indonesia. Intinya adalah pada jaman dahulu kala di Indonesia pernah ada Freemason sebelum akhirnya dilarang di Indonesia. Setelah mendengar kisah kisah tentang Freemason ini membuat saya penasaran. Pada waktu saya di US saya sempat ke Masonic Temple yang ada di Philadelphia, dan kemudian saya juga pernah ke Virginia Masonic Lodge di dekat DC (tempat biasanya George Washington presiden pertama Amerika mengadakan pertemuan Freemason), dan di sekitaran kampus saya juga ada sebuah loji kecil yang sering saya lewati ketika pulang dari kampus, sedikit demi sedikit setelah berkunjung ke tempat tempat itu saya mulai paham dengan Freemason ini. Namun yang di London ini benar benar luar biasa, saya sangat kagum sekali dan saya bertujuan menulis tentang Freemason Hall ini hanya ingin mengabadikan pengalaman kunjungan dalam bentuk tulisan.

Buku yang menginspirasi saya tentang Freemason

Freemason Hall di London ini dengan alamat 60 Great Queen Street, WC2B 5AZ. Terletak di tengah kota London, dan kita bisa ke sini dengan berhenti di stasiun tube terdekat yaitu Covent Garden, dan jalan kurang lebih 800 m untuk sampai ke gedung ini. Buka dari jam 10 pagi sampai 5 sore dan tidak dipungut biaya apapun untuk masuk ke museum ini, dan terbuka untuk semua kalangan dari seluruh dunia, jadi anda tidak harus menjadi anggota Freemason untuk masuk ke museum ini. Berikutnya ada free guided tour juga mulai pukul 11- 4 sore tapi karena saya tiba jam 4.15 saya ketinggalan dan karena tidak ada cukup orang untuk tour di jam 4 sore resepsionis menginformasikan bahwa tur terakhir jam 2 siang. Tapi tidak masalah bagi saya dengan mengambil brosur saya siap menjalani museum ini sendirian. Tidak terlalu luas memang, padahal bangunan nya sangat luas karena ada beberapa tempat yang ditutup mungkin tempat yang rahasia, jadi jika ingin berkunjung kemari 45 menit saja sudah cukup.

Bagian Depan dari Museum of Freemasonry London
Bangunan nya dibangun dengan konsep Art Deco

Setelah melalui pemeriksaan tas dan scanning yang dilakukan oleh security ketika masuk ke hall, saya langsung bergegas ingin sekali ke perpustakaan nya yang saya baca sangat menarik dan indah, namun sayang sekali perpustakaan dan South Gallery tutup dan cukup kecewa juga, saya jadi berdoa mudah mudahan bisa kembali lagi dan saya bisa mampir ke perpustakaan nya. Akhirnya saya menuju ke satu satunya Gallery yang bisa dikunjungi yaitu North Gallery. Galeri ini menampilkan semua barang hasil koleksi Freemason sejak tahun 1775 atau kurang lebih sudah 3 abad sampai sekarang. Hmm bisa dikatakan museum ini cukup konvensional tidak sekeren British Museum, karena koleksinya ditaruh dalam kotak kaca yang berjejer dengan sangat rapih, koleksi yang dipamerkan ada buku-buku abad ke 17, dan artefak yang berkaitan dengan Freemason yang sudah diberikan tanda lambang Freemason yaitu “mata” dan “jangka”. Setelah membaca beberapa informasi yang ditulis di museum ini, segera menghilangkan segala macam perspektif bahwa mereka adalah sebuah secret societies apalagi sampai membuat konsipirasi, yang sebenarnya adalah kegiatan mereka di bidang sosial mulai dari charity (pengumpulan dana), pembangunan sekolah, sampai memberikan bantuan sosial kepada orang yang membutuhkan.

Artefak yang cukup menarik perhatian adalah hadiah dari Freemason kepada Raja George IV yaitu sebuah kursi biru besar yang sangat indah sekali. Sang Raja merupakan raja British Monarch pertama yang menjadi anggota Freemason, dan kursi ini dibuat dengan  ukiran simbol freemason.

Kursi Untuk Raja George IV
Artefak Freemason banyak barang yang unik
Semua Artefak berlambang Jangka dan Mata
Koleksi buku buku abad ke 17
Jika melihat ke atas atau ke bawah akan ada beberapa simbol Pentalpha khas Freemason

Simbolisme atau Symbology adalah hal yang penting di Freemason, selain kita bisa melihat koleksi dari artefak Freemason, coba perhatikan sekeliling pada saat melintasi hall dan lorong lorong. Segala bentuk simbol seperti yang dijelaskan pada Buku Rizky atau artikel artikel di historia id ada di sini. Mulai dari lambang berbentuk bintang lima dan enam banyak sekali ditemui di setiap ruang, Bintang berujung lima, ‘pentalpha’, mewakili lima hal penting dalam persekutuan Masonik yang merupakan simbol kesempurnaan dan alam semesta. Pentalpha juga merupakan lambang kuno keberuntungan dan kesehatan. Dan tentunya ada juga lambang bintang David di sini yang merupakan lambang yang ada di Solomon Temple.

Salah satu ornamen bintang David di ruangan ini (lihat ke atas)

Kent Room sebagai tempat pertemuan rahasia para Freemason menjadi tempat favorit saya di museum ini. Kent Room ini terdapat di ujung North Gallery. Sebenarnya ruang ini hanya bisa dilihat di depan pintu yang dilapis kaca, karena tidak boleh dimasuki. Melihat ruangan yang menjadi tempat prosesi upacara para anggota Freemason setiap ada pertemuan rahasia mereka ini benar benar membuat saya takjub. Ruangan nya sangat lengkap dengan susunan yang telah diatur berabad abad, dimana ada kursi biru tempat para anggota yang masih baru sampai kursi khusus untuk sang Master Mason (ini adalah tingkat tertinggi untuk anggota Freemason).

Kent Room bagian sebelah kiri
Kent Room bagian sebelah kanan

Dan hanya sampai di situ saja jadi memang museum nya sangat kecil sekali, selain galeri kalian juga bisa berkunjung ke Gift Shop yang menjual berbagai pernak pernik dan buku tentang Freemason, saya sempat membeli salah satu buku di sini. Secara keseluruhan tempat ini sangat direkomendasikan bagi anda yang mengetahui dasar dasar tentang Freemason, tapi bagi anda yang tidak paham mungkin akan terasa membosankan. Namun perjalanan saya ke sini semakin mengasah pengetahuan sejarah saya terutama yang berkait dengan Society favorit saya ini.

Salah satu buku kuno karangan Anderson tentang Konstitusi Freemason

Demikian tulisan ini jika ada pertanyaan atau komentar silahkan untuk menuliskan di kolom komentar. Dan jangan lupa juga unttuk memberikan like kepada tulisan saya ini. Nantikan kisah dan tulisan berikutnya terima kasih.

Ferdi Cullen

 

Ayo Ke Museum : Berkunjung ke Museum Vatican tanpa Tur

Hello World….!

Pada kesempatan ini, ferdi ingin tulis cerita tentang pengalaman Ferdi berkunjung ke salah satu museum yang paling berkesan sepanjang perjalanan yang saya tempuh. Museum Vatican, sebuah museum yang terletak di negara paling kecil di dunia ini. Kejadiannya sudah hampir dua tahun lalu tepatnya pada bulan Maret 2018, di perjalanan ke Eropa saya di tahun 2018 sebelum ke Amerika. Selain sebagai pusat agama katolik, Vatikan juga tempat dipajangnya koleksi seniman terbaik dunia pada masa renaissance, jadi berjalan di Vatican sendri saya merasa sudah berada dalam sebuah museum. Apalagi di dalam musuem Vatican,yuk simak kisah Flashback perjalanan saya di Museum Vatican.

Pintu Keluar Museum Vatican

Museum Vatikan (Musei Vaticani), yang terletak di Kota Vatikan (bisa dibilang negara, negara terkecil di dunia), adalah salah satu objek wisata yang harus Anda saksikan saat berkunjung ke Roma. Di sini Anda akan menemukan karya seni yang tak ternilai, mulai dari barang antik Mesir dan Romawi hingga lukisan karya seniman terpenting Renaissance. Kunjungan ke Museum Vatikan juga mencakup Kapel Sistine (Sistine Chapel), di mana Anda dapat melihat fresko paling terkenal Michelangelo (fresko yang sering kita lihat di film film Hollywood).

Vaticano Prati, adalah apartemen tempat tinggal saya ketika berkunjung ke sini. Harganya lumayan murah nama brand nya adalah Deluxe Room Rome, tapi ini seperti sebuah apartemen saya tinggal di lantai 5. Dan resepsionisnya juga ramah sekali, harganya hanya 25 Euro satu malam untuk private room (single room), senang sekali kan bisa dapat harga segitu. Untuk menuju ke Vatican hanya diperlukan jalan kaki saja 5 menit maka terlihat gerbang besar Vatican, pada saat masuk ke tembok besar Vatican, hati hati ya banyak sekali orang yang begitu melihat wajah anda wajah Asia mendekati dan menawarkan berbagai macam paket tur. Namun sehubungan saya sudah riset banyak hal terkait ini saya percaya diri dengan menolak satu persatu orang yang mendekati saya menawarkan paket tur tersebut.

Ketika sampai di pintu besar Vatican, pintu menuju Museum Vatican tidak menghadap ke St.Peter Basilica, ada juga pintu di situ namun sepertinya itu akses khusus dari travel agent tertentu. Pintu masuk untuk orang yang tidak ikut tour ada d belakang sekali atau arah utara, jadi kita harus keluar lagi dari Vatican dan menuju ke arah tembok belakang. Begini ya nasib orang tidak ikut tour jadi paling belakang hehehe. Dan disepanjang perjalanan menuju pintu belakang tetap banyak saja orang Italia maupun orang pendatang yang terus berusaha mendekati  ingin rasanya pakai topeng saja untuk menutupi wajah Asia saya, soalnya menurut beberapa info yang paling sering ikut tour itu orang Asia makanya setiap ada wajah Asia datang lah mereka menemui kita.

Yes dan akhirnya saya menemukan pintu masuk ke Regular Entry, oh iya pada saat mereka para calo tour itu menawari saya paket tur mereka agak menakut-nakuti  dengan menginformasikan kalau masuk secara regular akan antri lama, terus ada maksimal jumlah tiket yang dijual dan ini itu ini demi meyakinkan kita agar beli paketnya di mereka. Ternyata itu salah besar ternyata, tidak sampai 15 menit saya antri karena kebetulan saya datang pagi sekitar pukul 9 pagi. Dan memang ada banyak sekali keamanan berlapis ketika masuk ke museum ini, pertama ketika kita masuk ruang ticket box eh ada pemeriksaan ala ala di bandara gitu, terus setelah lewat ticket box pas udah beli tiket ada lagi pemeriksaan ala bandara sebelum akhirnya kita disuruh melakukan penitipan tas kita (gratis) di loker yang ada di museum ini.

Kalau kamu tidak ikut tour, silahkan masuk dari utara gerbang Vatikan betuknya seperti gambar ini

Oh iya berbicara soal tiket ini ternyata agak berbanding terbalik dengan museum lain. Harga nya lebih murah kalau kita langsung beli tiket di ticket box yaitu 17 Euro daripada kita beli di online web nya yaitu 20 Euro. Tapi walaupun harga tiket nya lumayan mahal menyenangkan sekali bisa berada di tempat ini. Dan kelebihan membeli tiket online walaupun lebih mahal 3 euro adalah tidak perlu antri, dan bisa langsung masuk. Jadi pada saat masuk di pintu utara sudah dibagi dua, jalur tiket online dan jalur bagi yang belum punya tiket, tapi sejauh yang saya alami saya hanya antri kurang lebih 15 menit dan itu sudah melalui segala pemeriksaan kemananan.

Ticket Box pembelian tiket

Museum Vatican ini luas sekali, sama hal nya dengan British Museum saya rasa luasnya. Dan saya tidak ke semua tempat, tapi pada saat kesini tips dari saya adalah sering sering mendongkak ke atas karena atap nya itu wuihh karya seni ratusan  tahun loh… keren keren dan saya bisa rasakan bedanya karya seni yang beneran asli sama karya seni yang mirip mirip seperti yang menghiasi kasino di Vegas atau Macau, bedanya adalah kecerahan warnanya, di sini warnanya beneran kilap dan kilau, beda sangat dengan yang ada di casino-casino di Macau atau Las Vegas.

Suasana halaman museum

Tempat pertama yang saya kunjungi adalah The Gregorian Museum, bagian ini terletak satu lantai di bawah pintu masuk jadi agak ke bawah gitu tapi bukan basement ya. Pada bagian ini terdapat koleksi peradaban Etruscan, yang dicari serta dikoleksi oleh Paus Gregorius XVI. Peradaban Etruscan sendiri adalah peradaban kuno jauh sebelum adanya Roma, artefak di tempat ini meliputi perunggu, kaca , gading, sarkofagus, patung patung dan makam makam yang usianya sudah ribuan tahun.

The Gregorian Museum

Selanjutnya saya melewati Galeria degli Arazzi (Gallery of Tapestries) yang merupakan Galeri yang menampilkan sebuah karya seni berjudul The Resurection. Moving Perspective adalah salah satu teknik yang dikembangkan oleh Barberini yang membuat karya seni ini (The Resurection). Perhatikan saja mata Jesus ketika melewati ruangan ini, pasti kalian akan merasakan seperti mata tersebut bergerak dari kiri ke kanan, agak serem tapi itulah seni yang dibuat oleh Barberini.

Galeria degli Arazzi

Berikutnya adalah Gallery of Map. Sesuai judulnya tempat ini adalah tempat memajang semua koleksi lukisan berhubungan dengan peta. Mulai dari peta Italy, Eropa, sampai peta dunia abad ke 12-13. Siap siap lihat ke atas ya pas melewati tempat ini, karena langit langit dari galeri ini menyajikan karya seni dari Ignazio Danti seorang pendeta dari Dominika. Tempat ini adalah favorit saya ketika berada di museum ini karena megah sekali perpaduan atap fresco dan lukisan peta di bawahnya.

Gallery of Map

Setelah puas menikmati langit langit indah, saya masuk ke salah satu koleksi patung patung para dewa Romawi. Saya lumayan heran pada saat berada di ruangan ini, karena yang saya tahu semua patung para dewa Romawi ini bukan nya dihancurkan ya pada saat agama Katolik menjadi agama negara ini, jauh pada abad ke 4 M. Ternyata semua patung ini tidak dihancurkan dan disimpan di ruang bawah tanah Vatican. Banyak sekali beberapa dewa Romawi yang berada di bagian ini yang bernama Pio Clementio.

Pio Clementio

Tibalah saya di Meseum khusus karya Raphael bernama Raphael Rooms. Fresco dan marble khas Raphael terpanjang di sini. segala karya seni yang sangat detail. Saya tidak begitu paham karena semua cerita yang ada di setiap lukisan bener bener menjadi kesatuan dan indah sekali. Beberapa yang sangat paham seni bahkan sampai membawa sebuah teleskop mini guna melihat lebih detail serutan setiap garis yang diciptakan oleh Raphael. Kini saya percaya Raphael memang salah satu seniman besar di masa Renaissance.

Raphael Rooms

Tempat yang paling ditunggu setiap orang yang hadir di museum ini yaitu Sistine Chapel. Kapel ini adalah tempat yang sangat penting di Vatikan, karena di tempat ini lah diadakan Conclave, sebuah sidang yang dilakukan oleh para kardinal dalam menentukan siapa Paus baru yang akan terpilih. Jadi setiap ada Conclave para kardinal akan dikunci di dalam kapel ini, dan semua kegiatan mereka sangat dirahasiakan. Walaupun tempat ini terbuka untuk pengunjung Museum Vatikan, hanya saja yang mengecewakan adalah kita tidak boleh memfoto ataupun membuat video di kapel ini. Dan penjaga yang ada di sini sangat ketat sekali, saya mencoba untuk cheating dengan mengambil foto lagi lagi gagal mereka sepertinya berpengalaman sekali mencegah para pengunjung mengambil foto atau video. Namun tempat ini biasanya dikunjungi oleh 4 juta orang satu tahun, jadi wajar kalau sudah masuk ke sini ramainya luar biasa, saya saja tidak nyaman menikmati keindahahan tempat ini karena banyak nya pengunjung.

Kapel ini sangat megah sekali ada beberapa lukisan yang berbiaya tinggi pada masa abad ke 16. Salah satu lukisan yang terkenal adalah The Last Judgement dari seniman papan atas Renaissance yaitu Michelangelo. Kemudian karya Michelangelo yang lain adalah The Creation of Adam. Dari yang saya kunjungi ada beberapa hasil riset yang saya temukan yang cukup menarik ketika datang ke kapel ini.

  1. Sistine Chapel, awalnya dibangun untuk tempat perlindungan para Kardinal apabila terjadi perang atau gempa besar. Sehingga kabarnya dinding dinding di kapel ini adalah dinding paling kuat yang tidak akan bisa ditembus dengan senjata bahkan gempa.
  2. Pembangunan kapel ini adalah salah satu kontroversi terbesar dalam Sejarah, karena biaya nya berasal dari biaya penjualan indulgensi atau surat pengampunan dosa, sama hal nya dengan biaya pembangunan St. Peter Cathedral.
  3. Michelangelo adalah seorang pematung, dan mendapatkan mandat oleh Paus untuk melukis, awalnya Michelangelo berada di bawah tekanan karena dia memang seorang pematung tidak punya sedikit pun pengalaman melukis. Sampai ada beberapa teori mengatakan bahwa hal ini adalah kesengajaan karena pihak gereja ada yang tidak suka dengan seniman ini, sehingga apabila gagal maka hukuman mati akan menghampirinya.
  4. Menurut beberapa literatur, arsitektur kapel ini menyerupai Solomon Temple yang ada di Jerusalem. Walaupun Solomon Temple sudah tinggal reruntuhan dan bahkan menjadi terbagi dua yaitu temboknya menjadi Tembok Ratapan dan tanah nya dibangun Dome of Rock atau Mesjid Al Aqsa.
  5. Namun akhirnya Michelangelo berhasil melakukannya setelah empat tahun mengerjakan proyek ini. Cara yang dilakukan adalah dengan membuat gambar animasi dan sketch. Tapi ternyata jiwa seni nya sangat luar biasa sehingga dia mampu menyelesaikan tantangan karya ini.

Setelah melewati Sistine Chapel saya pun menuju ke The Spiral Staircase, yaitu sebuah tangga melingkar yang diciptakan oleh Giuseppe Momo tahun 1932. Tangga ini adalah salah satu tangga yang cukup viral di Instagram. Dan memang bentuk spiral nya itu sangat unik saya suka sekali melihat tangga ini, dimana tangga ini menambah kesan elegan dari museum dan juga kota Vatikan.

The Spiral Staircase

Secara keseluruhan jarak dari pintu masuk Museum Vatikan ke Kapel Sistine adalah sekitar 500 meter jika Anda menuju ke sana langsung, tetapi ada sekitar 7,5 km (4,5 mil) galeri dan koridor secara total yang bisa anda saksikan sebelum anda memasuki Sistine Chapel. Semua koleksi banyak berasal dari abad ke 16, museum ini memiliki ribuan koleksi lukisan Renaisansce yang mengagumkan, barang antik kuno, permadani yang tak ternilai, dan seni religius dan sekuler. Pokoknya ini adalah perjalanan ke museum terbaik yang pernah saya rasakan.

Molte grazie!

Ferdi Cullen

American Natural History Museum : Berkunjung ke Set Film Night at The Museum di New York City

Hola World,

Sebelumnya mohon maaf sekali ya untuk para followers saya di blog ini. Sudah lama kurang lebih 3 bulan saya tidak update blog ini. Alasan nya adalah saya sudah pindah dari US ke Indonesia, jadi tenryata proses pindahan di negeri orang tidak semudah proses pindahan di negeri sendiri hehehe.

Namun sekarang saya sudah di Indonesia, oh iya sekedar informasi saat ini saya berdomisili di Jakarta jadi kemungkinan juga saya akan update beberapa tulisan tentang tempat tempat historik dan menarik yang ada di kota Jakarta. Tapi itu entar aja ya karena saya banyak sekali tulisan tentang US yang masih saya simpan sebagai brainstorming idea saya, dan saya tidak mau tulisan tersebut tidak jadi dipost walaupun sudah berbulan bulan yang lalu peristiwa nya.

Tulisan kali ini adalah menceritakan tentang salah satu perjalanan saya yang paling berkesan di tahun 2018 yaitu berkunjung ke American Natural History Museum di New York City. Kalau belum tahu apa saja perjalanan favorit saya di 2018 bis cek di link ini. Kenapa saya super excited sekali ketika berkunjung ke museum ini. Karena museum ini merupakan tempat set dari film yang juga menjadi favorit aku yaitu Night At The Museum.

Drama Antri Tiket Museum dan Pay What You Wish

Awalnya sempat kaget aja lihat begitu panjangnya antrian untuk masuk ke museum ini. Setelah mengantri kurang lebih 1 jam hore akhirnya sampai di loket pembayaran tiket. Karena saat itu status saya adalah mahasiswa, sudah barang tentu saya menanyakan perihal harga diskon mahasiswa. Menariknya adalah ternyata saya dikasih pay what you wish. Jadi pay what you wish adalah salah satu metode pricing dimana pelanggan atau tamu hanya membayar sesuai dengan kemampuan keuangan yang dia miliki. Saya sempat konfirmasi berulang-ulang sama si mbak, dan si mbak bilang iye bener, mana tahu kan saya salah interpretasi bahasa inggris nya si mbak. Akhirnya dengan wajah senang tapi agak greedy juga saya bayar hanya $5 ya, gak tega juga kasih $1 tapi setelah saya pikir ulang sebagai bentuk apresiasi ya udah deh saya tambah $5 lagi jadi saya masuk ke museum ini dengan harga $10 yang jauh lebih murah dibandingkan dengan museum lain yang ada di Amerika Serikat.

Suasana ramai di dalam AMNH

Setelah usut punya usut, ternyata pay as you wish hanya berlaku di counter, jadi hal tersebut mereka lakukan karena tingkat antrian yang sangat tinggi untuk masuk ke museum ini, jadi ya bisa dibilang sebagai bentuk menghargai dari waktu kita mulai dari antrian sampai masuk ke dalam gedung, karena memang antrian nya mulai dari luar loh, belum lagi New York kala itu sedang dingin-dingin nya plus jadi agak merana juga mengantri nya. Sebaliknya, jika anda beli tiket online atau beli tiket di self service machine akan diberikan harga normal yaitu Adult ($23), Senior &Student ($18), and child (2-12) $13. Hmm  bisa disimpulkan jika anda malas antri dan bisa langsung masuk ya silahkan anda beli tiket online atau beli tiket di self service machine, dengan mengerahkan uang sesuai harga normal tadi namun jika anda mau lebih hemat tapi harus mengorbankan waktu minimal 1 jam antri ya silahkan anda menuju antrian terakhir dan nikmati antrian dengan cinta (alah), tapi hasilnya bisa bayar even $1. Pilihan ada di anda, kasih tahu dong di komen kira kira kalian bakal pilih apa antri tapi pay what you wish  atau beli tiket harga normal online tapi langsung masuk ke dalam. Ramaikan komen nya ya makasih

Alhamdulillah ini adalah museum kedua set film Night At The Museum nya Ben Stiller yang pernah saya kunjungi. Pertama saya sudah mengunjungi museum nya British Museum yang juga menjadi set film terakhir trilogi Ben Stiller itu. Dan sebenarnya saya juga sudah berkunjung ke Smithsonian di DC yang akan saya ceritakan secepatnya ya.

American Natural History Museum (AMNH)

Cukup sudah tentang drama mendapatkan tiket, jadi apa sih American Natural History Museum(AMNH) itu. Dikutip dari wikipedia, museum yang berada di Upper West Side of Manhattan, New York City, adalah salah satu museum terbesar di dunia. Terletak di lahan seperti taman di seberang jalan Central Park New York, kompleks museum terdiri dari 27 bangunan yang saling terhubung dan memiliki 45 ruang pameran permanen, di samping itu terdapat fasilitas planetarium dan perpustakaan. Koleksi museum berisi lebih dari 32 juta spesimen tanaman, manusia, hewan, fosil, mineral, batu, meteorit, dan artefak budaya manusia, yang hanya sebagian kecil yang dapat ditampilkan pada waktu tertentu, dan menempati 2 juta kaki persegi (190.000 m2) ). Museum ini memiliki staf ahli penuh waktu yang terdiri dari 225 orang, mensponsori lebih dari 120 ekspedisi khusus (biasanya ekspedisi ke alam liar) setiap tahun, dan rata-rata sekitar lima juta kunjungan setiap tahunnya.

Salah satu statement visi misi perusahaan dari museum ini yang tentunya adalah visi misi favorit saya

“To discover, interpret, and disseminate—through scientific research and education—knowledge about human cultures, the natural world, and the universe.”

Sama hal nya dengan British Museum, mengunjungi seluruh koleksi museum dengan hanya satu kali kunjungan adalah hal yang sulit dilakukan oleh orang biasa, khususnya aku. Ya karena luas banget museum nya jadi mau gak mau tetap kalau namanya ke museum ini tetapkan skala prioritas kira-kira ilmu apa yang ingin kamu pelajari atau apa yang ingin kamu ketahui.

Peta American Natural History Museum (dikutip dari amnh.org)

Mammal Halls

Entah karena begitu banyak orang di museum ini, saya bergegas ke lantai dua dari museum ini dan voila saya menemukan Mammal Halls. Hall pertama adalah Akeley Hall of African Mammals, disini ada 8 gajah Africa yang diawetkan dan mengisi hall ini dengan sangat epik. Saya menyadari betul bahwa gajah gajah Afrika ternyata sangat besar dan kuat. Sekilas saya teringat di sinilah ketika Ben Stiller (Larry) berlari menghindari para Gajah yang tiba tiba hidup di film Night At The Museum huhu serasa flashback ke memori ketika menonton film tersebut hadir di galeri ini.

Delapan Gajah Afrika di African Hall

Selain gajah-gajah yang epik ini kurang lebih ada 28 diorama dari hewan hewan liar di Afrika yang dipertunjukkan di museum ini. Semuanya jelas sekali dari keterangan jenis binatang sampai penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan terhadap binatang tersebut.

Diorama Singa Afrika, The Lion King

Hall of Primates

Selang beberapa langkah dari African Mammal halls masih dalam bagian Mammal Halls ada namanya Hall of Primates. Pada hall ini dipertunjukkan berbagai jenis kera, dan satu lantai memang dikhususkan untuk kera mulai dari simpanse, orang utan, sampai para gorilla atau kera besar. Yang menarik perhatian saya adalah Orang Utan yang hampir punah tersebut, kemudian jika kita mengingat film Night At The Museum, kita pasti kenal dengan kera yang berjenis Capuchin.  Capuchin merupakan kera kecil yang berasal dari utara Meksiko sampai utara Argentina, kalau di film kera ini bandel sekali dan suka ganggu ganggu Ben Stiller (Larry), sampai dia kesal kocak sekali.

Capuchin, kera yang kocak di film Night At The Museum

 

Hall of Plain Indians

Dari judul hal nya sudah ketebak kan kalau ini adalah Hall yang mendisplay diorama tentang Native American yaitu Indian. Hall of the Plains Indians hampir identik dengan sebelahnya, yaitu Hall of Eastern Woodland Indian, dalam hal pengaturan dan struktur penyajian diorama nya. Menempati area kecil antara East Indian Woodland dan Pacific peoples, aula ini memiliki panel dan karpet kayu imitasi, kemudian banyak menyajikan kisah kehidupan sosial, cara pakaian, berburu, perang, permainan, musik, dari masyarakat Indian sebagai penduduk asli Amerika. Info yang saya baca, diorama berfokus pada kehidupan suku Hidatsa abad ke-19, suku Dakota (Sioux), suku Cheyenne, suku Arapaho, suku Crow, dan suku lain di Dataran Amerika Utara.

Hall of Plain Indian

Hall of Pacific People

Setelah belajar tentang Indian, kenapa tidak belajar tentang masyarakat Pasifik. Kita Indonesia adalah masyarakat Pasifik loh jadi ada beberapa koleksi tentang cara hidup masyarakat Indonesia di museum ini. Diantaranya adalah alat musik dan kesenian dari Pulau Jawa dan Bali, yang paling terkenal adalah Wayang ada juga ada kain Ulos dari Sumatra Utara, batik dari Solo juga beberapa diorama tentang kehidupan masyarakat Hindu Jawa di era abad 13-14. Senang nya bisa belajar tentang Indonesia dari perspektif penelitian asing.

Kain Batik dan Ulos kain khas Indonesia
Koleksi Wayang Kulit Indonesia di museum ini sangat menarik

Terus saya melihat ada kerumunan orang, apa sih yang dikerumunin begitu banyak orang. Rupanya itu adalah Rapa Nui, jika pernah lihat film Night At The Museum, pasti kenal siapa Rapa Nui yang sering memanggil Ben Stiller (Larry) dengan sebutan “Dum Dum”. Rapa Nui atau mungkin yang lebih familiar dikenal sebagai Easter Head adalah bentuk patung yang bergambar hanya kepala yang dipahat oleh penduduk asli Eastern Island, yang kabarnya dibuat untuk mengenang orang yang sudah meninggal, jadi di Easter Island jika ada yang meninggal maka dibangun lah Rapa Nui. Jumlah nya di Eastern Island ada ratusan bahkan ribuan, tapi beberapa sudah diangkut dan salah satunya juga ada di British Museum.

Kerumunan orang orang pada berfoto di Easter Head
Sempat selfie bareng si Dum Dum

Fossil Halls: Hall of Saurischian Dinosaurs 

Setelah lelah mengeksplore lantai 2, akhir nya saya memutuskan ke tempat yang menjadi salah satu koleksi unggulan di museum ini. Jika di British Museum koleksi unggulan nya adalah koleksi Mesir Kuno, maka di AMNH adalah Fossil Halls. Salah satu hall bernama Hall of Saurischian Dinosaurs, sebagai main hall nya karena menampilkan fosil dari dua dinosaurus paling terkenal di dunia yaitu Tyranosaurus Rex (T-Rex) dan Apatosaurus.

Close up T-Rex Bone

Dengan rahang sepanjang 4 kaki, gigi sepanjang 6 inci. Tapi punya lengan kecil. Hampir segala sesuatu tentang T- rex diasosiasikan dengan kekuatan luar biasa dan dicap sebagai salah satu dinosaurus terbesar yang pernah ada. Kerangka pertama T-rex ini,  ditemukan pada tahun 1902 di Hell Creek, Montana, oleh pemburu fosil yang terkenal Barnum Brown. Setelah enam tahun kemudian, Brown menemukan kerangka T. rex yang hampir lengkap di Big Dry Creek, Montana. Dan akhirnya kita bisa melihat nya sebagai koleksi museum ini.

Selfie bersama T-Rex

Hal yang paling saya senangi adalah di tengah hiruk pikuk begitu banyak orang lalu lalang, saya berhasil mengambil foto bersama si T-Rex duh rasa nya senang sekali.

Tak berasa saya sudah 3 jam lebih mengelilingi museum, tapi itu belum sampai setengah koleksi loh tapi ya sebagai sebuah museum yang sangat populer anda harus menyadari 6 hal ini jika hendak datang ke museum:

  1. Akan selalu ada keramaian di museum ini, tidak pernah ada jam sepi
  2. Akan selalu ada banyak anak kecil yang bermain ke museum ini, jadi bersabarlah menghadapi anak anak yang lari halu lalang di depan kita.
  3. Akan selalu ada grup tur, mau grup tur dari negara manapun tetap mereka akan mengunjungi museum ini jadi kembali bersabarlah menghadapi mereka.
  4. Akan selalu ada orang berbicara, orang akan ribut di museum ini jadi jangan harapkan pengalaman museum yang sepi di sini.
  5. Selalu ada yang menggangu kalau kamu lagi serius baca tulisan di masing masing diorama, karena anda tidak sendirian melihat nya.
  6. Dan di era sosial media sekarang, akan ada selalu orang yang mengambil foto selfie hehehe
Keramaian yang tak pernah berkurang

Demikian kisah perjalanan saya di museum yang menurut saya nilainya 8/10 ini buat anda yang ingin ke New York, apalagi ke New York bareng keluarga jangan pernah lewatkan berkunjung ke museum ini. Berikut adalah alamat museum dan jam buka nya. Terima kasih silahkan komentar atau ada pertanyaan terkait dengan museum ini

American Museum of Natural History
Central Park West at 79th Street
New York, NY 10024-5192
Phone: 212-769-5100

Open daily from 10 am – 5:45 pm except on Thanksgiving and Christmas.

website : amnh.org

Thank You

Ferdi Cullen

Ayo Ke Museum : Museum Pusaka Nias, Museum di Tepi Samudra

Ya’ahowu

Kesan pertama dari museum ini adalah etnikal dan bersih. Museum Pusaka Nias yang terletak di jalan Yos Sudarso ini, didirikan pada tanggal 10 November 1995. Museum ini berada di bawah naungan Yayasan Pusaka Nias yang dipimpin oleh pastoral dari Jerman.

Foto Di Depan Museum
Tulisan MUSEUM menghiasi museum ini

Untuk masuk ke museum ini terbilang sangat murah, anda hanya perlu membayar Rp. 5 ribu saja ketika anda berada masuk mulai dari pintu gerbang museum ini. Museum ini terdiri dari empat eksibisi utama, uniknya adalah masing masing eksibisi dibuat secara etnik dengan membangun rumah adat atau bangunan khas Suku Nias, yaitu bangunan berupa atap kuncup. Yang sangat disayangkan adalah pengunjung tidak bisa mengambil gambar di dalam museum, padahal banyak sekali ilmu yang bisa dishare di dalam museum. Heran saya kenapa bisa begini ya padahal museum di Eropa sudah banyak yang membuka museum mereka dengan kegiatan dokumentasi, ya berharap saja semoga ke depan nya mereka bisa lebih terbuka terkait ini.

Bangunan tempat koleksi disimpan

Pada dasarnya terdapat dua bagian yang terbagi dalam empat eksibisi yaitu koleksi budaya Suku Nias yang terdiri dari peralatan rumah adat, peralatan perang, bahkan peralatan untuk persembahan pernikahan. Pada awalnya masyarakat Nias hampir sama dengan masyrakat Batak lain nya di Sumatera Utara mereka mempercayai Animisme dan Dinamisme sebelum adanya agama masuk di wilayah ini.

Tradisi perang di Nias menurut saya cukup menarik , jadi begini dikisahkan kehidupan Suku Nias di jaman Megalitikum adalah sangat keras, mereka terdiri dari kelompok kelompok kecil yang berpencar dari pantai sampai pengunungan, mereka saling bermusuhan dan hampir setiap minggu ada perperangan waduh ngeri juga ya. Ini merupakan cikal bakal tarian perang yang menjadi tarian tradisional di Nias

Suasana di dalam pintu masuk Museum

Selain itu ada juga tradisi “Mangayau” salah satu tradisi yang cukup brutal menurut saya. Pasti anda sudah mendengar Lompat Batu yang berasal dari Nias, jadi lompat batu ini merupakan tradisi seseorang pria dinyatakan dewasa dengan cara melakukan lompat batu, ternyata setelah saya membaca beberapa eksibisi di museum ini ada satu tradisi lagi yaitu “Mangayau” jadi para pria ini diharuskan untuk memenggal atau memotong kepala sebanyak mungkin agar bisa dikatakan dewasa. Absurd, but thats happening, biasanya para pria ini paling semangat kalau sudah ikut tradisi perang mereka menjadi garda depan dan semakin banyak kepala yang mereka kumpulkan dari berperang akan semakin dinyatakan dewasa.

Selain untuk dinyatakan dewasa biasanya para potongan kepala itu juga menjadi mas kawin dalam pernikahan, jadi seorang pria harus mempersembahkan kepala-kepala kepada mempelai wanita nya. Begitu juga dengan upacara kematian, yang konon harus mempersembahkan kepala juga agar roh yang meninggal bisa ditemani oleh para kepala tersebut.Wuih sangat sulit saya membayangkan gimana hidup di jaman itu.

Koleksi ukiran Batu Menhir Nias

Terus apa artinya Mangayau?, Mangayau adalah satu teknik pemotongan kepala khas Nias. Jadi di dalam museum ada satu alat pemenggal yang memulai pemenggalan kepala mulai dari bagian lengan kanan hingga diagonal ke pundak kiri sehingga bagian tubuh yang terlepas adalah lengan kanan, sebagian dada, leher, dan kepala. Konon katanya hal ini untuk memudahkan membawa kepala untuk dipersembahkan ya mungkin untuk pujaan hati jika yang bersangkutan mau menikah atau untuk meningkatkan citra sosial nya. Merinding kan.

Kemudian bagian besar lainnya dari koleksi Museum adalah peralatan rumah tangga seperti peralatan memasak, peralatan berburu, dan bagian bagian dari rumah adat, semua sangat lengkap diceritakan di museum ini. Namun untuk menikmati semua koleksi di dalam museum kita akan diminta untuk membayar Rp. 5 ribu rupiah kembali namun seperti yang saya ceritakan di awal kita tidak boleh mendokumentasikan apa apa di dalam tanpa ijin resmi dari pengurus museum.

Stonehenge Nias

Batu Menhir yang merupakan Stonehenge dari jaman Megalitikum merupakan koleksi favorit saya ketika berkunjung ke museum ini. Mirip sih dengan batu Stonehenge di London dan Praha hehehe jadi bayangkan saja kebudayaan Nias sudah hampir sama dengan Ancient British dan Bohemian, mereka sudah menggunakan Stonehenge untuk penyembahan Animisme mereka. Ukiran ukiran dari setiap batu juga sangat unik, saya banyak sekali melihat seperti kepala naga, tapi salah satu teman saya yang asli dari Nias memberitahukan bahwa itu bukan Naga melainkan Harimau, jadi karena di Nias tidak ada Harimau mereka mengintrepretasikan Harimau sebagai Naga yang sangat terkenal di kebudayaan Asia, interesting bukan.

Rumah Adat Nias yang terdapat di perkarangan museum

Museum ini selain menyajikan sejarah budaya di eksibisi nya, ada juga atraksi lain yang menjadi hiburan warga lokal. Sebagai contoh, ada kebun binatang kecil terletak tidak jauh dari bangunan museum, binatang yang menjadi koleksi merupakan sumbangan dari para donatur yang merupakan para pengusaha asal Nias. Dan yang menjadi favorit saya lagi adalah laguna nya, yup Laguna semacam tempat bersantai di belakang museum yang langsung menghadap pelabuhan Gunung Sitoli, jadi saya bisa katakan museum ini adalah museum di tepi samudera yaitu Samudra Hindia.

IMG_20180209_104016
Riak Ombak di Laguna Museum
Kita bisa duduk santai di sini dengan pemandangan Laut

Pemandangan di Laguna ini sangat luar biasa, hilang rasa lelah setelah beberapa hari sebelumnya mengemban misi sosial dalam rangka program edukasi kami dan perjalanan 6 jam ke desa desa terpencil. Melihat deburan dan riakan ombak plus keindahan sunset menjadikan trip kami ke Nias adalah salah satu trip terbaik dan hidup lebih semangat kembali, kami siap untuk membuat perubahan lagi.

Demikian kisah kami di Museum Pusaka Nias, jangan lupa untuk berkunjung kemari ya jika ke Gunung Sitoli.

Ferdi Cullen

 

 

Museum MACAN : Museum Kontemporer Bertaraf Internasional Pertama di Indonesia

Jakarta, Desember 2017

The language I speak is not the pompous language of austere science but the simple childhish speech of art-Raden Saleh

Quotes di atas adalah sebuah quotes mahasakti dari sang pelukis Jawa yang membahana di Eropa yaitu Raden Saleh, Raden Saleh (1811-1880) adalah orang Asia pertama yang berasal dari Indonesia yang menikmati pendidikan melukis secara akademik di Eropa. Sosok eksotis berkulit sawo matang ala Indonesia namun berkarya seni ini mengejutkan Eropa di pertengahan abad ke-19. Ia juga turut melahirkan aliran lukis yang disebut dengan aliran lukis orientalis di Jerman. Sementara karya-karya nya terimpan rapih sebagai koleksi pribadi dan museum-museum seni. Salah satu lukisan Raden Saleh bahkan menjadi koleksi dari Ratu Elizabeth II dari Inggris.

Self Portrait Raden Saleh

Pada saat ini di Jakarta kita bisa melihat Self Portrait Raden Saleh dan juga beberapa koleksinya di salah satu museum seni yang belum lama ini dibuka, dan diklaim sebagai museum pertama dengan manajemen secara internasional. Museum yang saya ceritakan dan saya kunjungi di awal Desember lalu adalah Museum Art and Contemporary Art Nusantara (MACAN). Museum yang saya kunjungi di akhir tahun 2017 ini memang beda sekali dibandingkan semua museum yang ada di Jakarta yang sudah saya kunjungi. Museum ini memang kotemporer sekali, dekorasi dan penataan nya memang serasa berada di museum yang ada di luar negeri.

Suasana di aula sebelum masuk ke museum

Jadi museum apa ini sebenarnya?, Museum MACAN adalah museum yang diprakarsai oleh Haryanto Adikoesomo yang baru-baru ini diberikan gelar sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia 2017 versi Majalah Forbes. Pengusaha sekaligus kolektor seni ini sudah bercita-cita ingin mendirikan sebuah ruang seni permanen di Jakarta, dan akhirnya impian nya terwujud dengan dibuka nya museum ini pada bulan November 2017. Koleksi seni nya sudah mulai dikumpulkan oleh beliau sejak 25 tahun lalu, terdapat kurang lebih 800 karya seni baik dari dalam maupun luar negeri. Salah satu lukisan pelukis nasional adalah Raden Saleh, Andy Worhol, Affandy, dan juga Gerhard Ritcher, Mark Rothko, dan lainya.

Suasana ruang pargelaran museum
Suasana Ruang Pargelaran Museum

Museum yang alamat lengkapnya adalah AKR Tower lantai 5 Jl. Panjang Jakarta Barat, akses angkutan umum untuk ke museum ini bisa berhenti di stasiun busway halte Kebon Jeruk tinggal cari AKR Tower. Tiket masuk ke museum ini cukup terjangkau yaitu 50 ribu rupiah, 40 ribu untuk pelajar dan 30 ribu untuk anak-anak. Awalnya saya merasa terperangah lihat aula besar nya yang ditata dengan sangat baik, ada beberapa karya seni di depan nya kemudian ada sebuah cafe, dan yang paling terpenting ada tempat penitipan barang. Pada saat saya membeli tiket di loket saya diinformasikan bahwa ada beberapa peraturan yang berlaku di museum. Saya menyimak dan mendengarkan peraturan itu dengan seksama, peraturan nya standar internasional seperti tidak boleh menggunakan tongis, tripod, jika memotret tidak mengunakan flash, sampai yang paling simpel yaitu tidak boleh berisik atau membuat keributan, yang terakhir ini sangat penting loh karena dalam memahami karya seni kadang seseorang harus dalam keadaan tenang untuk menikmati karya seni itu.

Beberapa patung karya seni seniman lokal dengan berbagai tema juga ada di sini
Andy Warhol dalam aksi protes atas komunisme di China

Pertama, ada sebuah ruang kecil yang berisi film singkat tentang asal muasal berdiri nya museum ini, di ujung kanan ada sebuah atraksi bernama Mirorred Room yang kebetulan saya tidak datangi, menurut salah satu guide di sini atraksi tersebut adalah berada dalam sebuah ruangan dan ada cahaya yang sangat memikat. Adapun atraksi ini dibuat oleh seorang seniman Jepang bernama Yayoi Kusama.

Berikutnya adalah bagian per bagian dari museum ini. Museum ini terbagi atas empat bagian, pertama adalah “Land, Home, People” sebuah bagian yang memamerkan koleksi yang berkaitan dengan alam indonesia dan aktivitas masyarakat. Di bagian ini saya terpukau dengan Self Portrait Raden Saleh, seperti yang saya ceritakan di awal paragraph Raden Saleh seorang pelukis dari Jawa yang akhirnya menjadi masterpiece di Eropa. Kedua adalah bagian Revolusi Nasional Indonesia, lukisan yang amat sangat menonjol adalah “Bung Karno Di Tengah Revolusi” karya Dullah (1966), digambarkan dalam lukisan ini adalah Bung Karno sedang berorasi di tengah ribuan orang berkumpul. Ketiga adalah karya seniman di era 1960-an sampai dengan 1970an yang menonjolkan nilai simbol dan bentuk abstrak. Keempat adalah Global Soup yang merupakan era keterbukaan dengan berbagai karya seni dari menggambarkan aspirasi masyarakat seperti kata-kata quotes, opini, dan aksi protes. Berikut beberapa dokumentasinya.

Bung Karno Di Tengah Revolusi karya Dullah keren sekalii
Bagian Land, Home , People
Strugles around form and content

Secara keseluruhan saya suka museum ini tapi jika dihitung sepertinya belum semua koleksi Adikoesomo yang ditampilkan mungkin bertahap ya, suasana yang nyaman bersih tenang dan sejuk memang bikin betah di museum ini. Waktu yang bisa anda gunakan untuk mengelilingi museum ini tidak begitu lama saya rasa, cukup 1 jam saya rasa anda sudah puas berkeliling. Oh iya di sepanjang museum banyak terdapat guide yang berkeliling yang bisa kita tanyai perihal karya seni yang mungkin kita belum ketahui, tapi mereka tidak mau ya kalau diajak selfie apalagi diminta tolong fotoin kita, menurut saya sikap mereka ini sangat professional ala museum internasional good job. Ditambah tingkah polah generasi jaman now yang banyak berkunjung ke museum ini hanya untuk foto foto, iya museum ini daya tariknya adalah museum yang instragamable. Semoga nanti ke depan nya makin banyak museum seperti ini ke depan nya. Kebetulan lagi musim liburan ini, sepertinya museum ini cocok untuk menjadi alternatif tempat liburan.

Ferdi Cullen

Ayo Ke Museum : Museum Perumusan Naskah Proklamasi

17 Agustus 2017, Jakarta

Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, kita bangsa Indonesia wajib bersyukur dengan segala rahmat kemerdekaan yang diberikan ini. Banyak sekali cara yang digunakan oleh bangsa ini untuk merayakan hari kemerdekaan. Salah satu yang paling sederhana adalah lomba ketangkasan yang diadakan berbagai instansi mulai dari lingkungn sekitar kita maupun instansi perkantoran. Lomba itu meliputi lomba makan kerupuk, balap karung, tarik tambang, dan event yang berhubungan dengan kesehatan seperti lomba lari bersama. Apapun itu kegiatan yang dilakukan adalah wujud syukur bangsa ini terhadap hari kemerdekaan itu sendiri. Sebagai perwujudan rasa syukur terhadap kemerdekaan saya bekunjung ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

Untuk hari kemerdekaan tahun ini karena saya kebetulan sedang di Jakarta alangkah baiknya saya sebagai orang yang juga bersyukur akan kemerdekaan merasa ingin tahu apa latar belakang dari kemerdekaan itu. Rasa ingin tahu saya ini mengantar saya ke museum yang menjadi saksi kisah bagaimana kemerdekaan akhirnya menjadi suatu esensi bagi bangsa kita ini. Museum yang terletak di jalan Imam Bonjol No 1 Jakarta Pusat ini, awalnya tidak begitu terlihat karena kawasan Menteng ini terdiri dari begitu banyak rumah yang sudah menjadi Konsulat maupun kedubes dari negara asing. Namun akhirnya saya menemukan sebuah rumah yang lagi ada perayaan 17 Agustusan, ya…. rupanya di museum sedang berlangsung perayaan 17 Agustus sesuai dengan tradisi museum 3 tahun belakangan ini.

Suasana Perayaan Kemerdekaan di Museum

Suasana riuh acara yang dilakukan oleh salah satu ormas Jakarta ini berlangsung cukup meriah saya lihat dan kebetulan saya datang bertepatan sudah selesainya upacara bendera, sayang sekali ya kalau tidak saya ingin ikut gabung nih untuk upacaranya hehehe. Awalnya saya sedikit bingung karena pintu masuk seperti dijaga oleh tentara berbadan besar gitu, akhirnya saya menanyakan kepada salah satu petugas di counter tiket apakah museum saat ini bisa dikunjungi. Dengan sigap bapak tersebut menyatakn bisa dan saya dipersilahkan masuk. Oh ya pada saat itu karena 17 Agustus dan memang setiap bulan Agustus museum memberikan akses masuk Gratis alias tidak dipungut biaya. Namun jika anda datang pada saat tidak bulan Agustus harga tiket museum sangat terjangkau yaitu Rp. 2 ribu Rupiah saja untuk warga lokal dan Rp. 10 ribu rupiah untuk warga asing. Museum buka dari Selasa sampai dengan Minggu pukul 08.00 sd 16.00 dan libur pada hari Senin.

Museum ini terdiri dari Diorama dan infografik yang menggunakan bahasa Indonesia dan ada versi Inggris. Museum ini juga sangat bersih dan wangi serta suhunya nyaman banget saya sepertinya merasa sangat segar di dalam museum. Rumah yang menjadi museum ini adalah rumah dari Laksamana Maeda seorang perwira dari Jepang yang sangat mendukung Indonesia Merdeka. Ruang pertama museum adalah sebuah ruang tamu yang digunakan oleh Bung Karno, Bung Hatta, Ahmad Subarjo, dan sang laksamana untuk mendiskusikan perihal kemerdekaan Indonesia, hal ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 22.00. Runutnya adalah ketiga serangkai ini merasa ini adalah momen yang tepat dimana pada saat itu Jepang yang membawahi Indonesia sedang mengalami kekalahan perang akibat serangan bom di Hiroshima dan Nagasaki. Nah yang saya pelajari di museum ini adalah ternyata Maeda mengajak team Bung Karno menemui atasan angkatan darat Jepang yang ketika itu tidak menyetujui kegiatan yang ingin dilakukan dikarenakan Indonesia masih status quo antara Jepang dan Sekutu. Namun dengan tekad kuat akhirnya mereka kembali ke rumah Maeda pukul 02.30 dan siap tidak siap mereka tetap akan melakukan proklamasi kemerdekaan. Maeda kemudian tidak mau l;agi campur tangan dan menyerahkan semua nya kepada team Bung Karno. Dari sini saya belajar tentang kesetiaan Maeda kepada Jepang memang luar biasa walaupun di hatinya paling dalam dia mau menolong team Bung Karno, namun dengan hanya menyediakan rumah dan bukan malah mengusirnya karena saya pikir jika Maeda patuh dengan Jepang dia pasti sudah menyuruh seluruh team keluar, saya belajar tentang empati di diri Maeda ini.

Ruang Tamu Tempat diskusi Maeda dan Bung Karno team

Selanjutnya kita masuk di ruang berikutnya yaitu ruang makan Maeda, yang digunakan sebagai ruang diskusi tiga serangkai dalam merumuskan nasakah proklamasi, kemampuan verbal ketiganya pasti sangat bagus saya pikir karena kejadianya berlangsung pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 03.00. Dari hasil diskusi ini didapat lah naskah proklamasi.

Suasana merumuskan naskah proklamasi yang digambarkan oleh diorama berikut

Setelah konsep naskah proklamasi selesai di draft serta merta Bung Karno memanggil Sayuti Melik dan BM Diah, kedua tokoh ini berjasa dalam pengetikan naskah proklamasi. Dan kemudian setelah naskah proklamasi selesai diketik Bung Karno dan Bung Hatta menandatangani naskah di piano hitam yang terletak di bawah tangga. Selesai diketik dan ditandatangani Sukarno siap untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia yang dilakukan nya di kediaman beliau di Jl. Pengansangan Timur No 56 yang saat ini sudah menjadi Monumen Proklamasi.

Piano ini tempat ditandatangani nya Naskah Proklamasi
Suasana Pengetikan Naskah oleh Sayuti Melik dan BM Diah

Anda that’s it hanya segitu saja sih museum ini, suasana di lantai 1 sudah bisa merumuskan flashback apa yang terjadi selama proses kemerdekaan  itu. Jika anda ingin berkunjung ke lantai 2 di sini banyak infografis yang menceritakan mengenai kisah Indonesia Merdeka dan juga tokoh tokoh nasional. Kita juga bisa melihat arsitektur Eropa yang menghiasi rumah ini.

Koleksi Buku di lantai 2
Banyak infografis dan benda bersejarah ditampilkan di lantai 2
Arsitektur Bergaya Eropa

Ada hal menarik selama saya bekunjung ke museum ini yaitu museum ini sudah terhubung dengan aplikasi digital Siji di ponsel Anda, silahkan download Siji  kemudian scan barcode di setiap gambar interaktif di dalam meseum dan langsung anda dapat informasi berupa teks, suara ,dan video. Tidak hanya itu di lantai 1 ada panel interaktif yang bisa diakses menggunakan tablet, di sini kita bisa melihat seluruh ruangan secara digital map dan ada juga rekaman suara para tokoh nasional loh. Dan tentunya adalah lukisan dan poster atraktif di museum ini saya apresiasi sekali semua nya bagus banget. Nampaknya ini bisa dijadikan sebuah benchmark museum digital di Indonesia. Good Job dan two thumbs up buat Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

Instruksi Museum Digital
Panel Interaktif
Gambar yang disajikan sangat menarik menurut saya

 

Perjalanan saya yang singkat ini pun saya akhiri dengan sangat puas melihat sebuah proses yang sangat berat dilakukan oleh para tokoh nasional, hal ini semakin membuat saya semakin bersyukur akan nikmat kemerdekaan ini dan akan terus bekerja dan berjuang untuk mengharumkan nama bangsa bukan hanya nasional tapi internasional.

MERDEKA

Ferdi Cullen.

Ayo Ke Museum : Menara Syahbandar dan Museum Bahari

Menara Syahbandar, Museum Kebaharian Jakarta,  Juni 2017

Sunda Kelapa sebuah pelabuhan yang dibangun pada era Pajajaran di abad ke-12 namun pelabuhan ini dikuasai oleh Belanda semenjak kolonialisasi nya di negeri ini. Sebuah saksi sejarah kalau dapat saya katakan karena Sunda Kelapa ini menjadi saksi awal dari berdirinya Batavia. Ada yang menarik di dekat Sunda Kelapa ini selain memang kapal kayu yang menjadi daya tarik fotografi para ahli, yaitu ada sebuah museum bernama Museum Kebaharian Jakarta dan tentunya sebuah menara yang menjadi menara mercusuar bernama Menara Syahbandar.

Perjalanan menuju ke Sunda Kelapa tidak begitu jauh dengan mengunakan transportasi online di tengah panas nya bulan Ramadhan kala itu saya tempuh demi penasaran melihat kawasan sejarah yang mungkin tidak sekeren Kota tua Jakarta namun masih menarik untuk ditelusuri. Ternyata perjalanan dengan transportasi online tadi hanya memakan waktu 10 menit saja untuk sampai ke kawasan ini. Letak kedua tempat ini sangat berdekatan yaitu Jalan Pasar Ikan Penjaringangan Jakarta Utara.

Suasana Pelabuhan Tempo Dulu (Gambar dari google)

Pada saat tiba di wilayah Museum Kebaharian suasana nya sepi sekali tidak ada satu pun pengunjung dan in membuat saya sangat miris. Dengan membeli tiket hanya 5000 rupiah, sebuah harga yang menurut saya sangat murah.

Siang hari yang terik kala itu, membuat saya segera ingin masuk ke museum kebaharian. Ingat kisah saya di sini tentang Museum dengan nama yang sama di Malaka pada bulan Maret lalu. Akan tetapi berbeda dengan museum yang versi Malaka, museum yang versi Jakarta ini agak banyak ruangan yang menurut saya kurang terawat dan perlu banyak perbaikan disana maupun disini. Bahkan ada penjelasan dari salah satu penjaga museum bahwa saat ini memang sedang dilakukan renovasi agar banjir tidak mudah masuk ke dalam Museum. Good Luck for that semoga segera lancar dan museum ini semakin keren.

Suasana di luar Museum sangat khas Eropa saya rasa
Bangunan Kolonial yang masih sangat bagus

Singkat cerita, museum ini awalnya dibangun untuk menampung rempah-rempah nya VOC. Bangunan yang menjadi gudang ini dibangun pada tahun 1652 wah kebayang dong sudah berapa usianya. arsitekturnya menurut saya sangat keren dengan gaya khas Eropa plus Tionghoa yup ada khas Tionghoa nya juga karena bangunan ini memang dibangun oleh etnis tersebut yang ketika itu dipercaya oleh Belanda sebagai pengawas perdagangan Rempah Rempah. Suasana lembab plus panas membuat saya agak sedikit serem di museum ini ditambah memang sedikit pengujung yang ada di sini, suasana  tersebut hanya muncul sementara sedangkan rasa penasaran tentang sejarah kebaharian Indonesia membuarkan perasaan tersebut.

Suasana Museum yang agak lembap

Museum ini terdiri dari empat bangunan namun saya hanya mengeksplore 2 bangunan saja dari total 4 bangunan, bangunan di sisi barat yang dekat dengan muara Sungai Ciliwung disebut dengan Gudang Barat yang saat ini digunakan sebagai museum. Dan ada juga bangunan yang sama di sebelah timur yang saat ini digunakan oleh sebuah restoran serta beberapa bangunan di sebelah timur ini malah terbengkalai begitu saja sayang sekali ya. Total kalau direntangkan dari Timur ke Barat ada kurang lebih 6 bangunan wow besar juga ya. Masing-masing bangunan punya panjang dan lebar yang sama tepatnya saya kurang tahu namun sangat luas lah, namun yang perlu saya tambahkan adalah pihak museum sepertinya perlu menambah pendingin agar sirkulasi udara di bangunan terasa lebih nyaman buat para pengunjung.

Replika Kapal yang dipamerkan di museum ini
Replika Kapal Nusantara semakin menambah wawasan kita tentang Indonesia

Koleksi museum ini sangat beragam, mulai dari kisah sejarah Kebaharian Indonesia, berbagai replika kapal kuno khas Indonesia, replika khas kapal tradisional Indonesia, sampai kisah kemiliteran Angkatan Laut Indonesia. Untuk masalah kelautan komplit lah pokoknya museum ini. Nah mungkin yang menjadi favorit bagi banyak orang pengunjung museum ini adalah Ruang lantai 2 yaitu ruang diorama. Ruang diorama yang sudah dibangun sejak tahun 2013 ini, merupakan salah satu upaya dari Museum ini untuk meningkatkan kunjungan museum, saya rasa cukup menarik dengan mengunakan tema tokoh kelautan internasional seperti para pelaut Eropa seperti Vasco Da Gama, Columbus, sampai kisah dongeng laut internasional namun yang paling saya sukai adalah diorama The Flying Dutchman yang merupakan kisah kapal hantu yang sering saya lihat ceritanya di film Pirates of The Carribean.

Selanjutnya saya mengitari jalan lintas antara satu bangunan dengan bangunan lain, jendela di musuem ini sangat khas dan mengambarkan sebuah arsitektur jendela Eropa yang sangat menarik sekali. Bentuknya seperti jendela galangan kapal menurut saya besar dan tinggi yang fungsinya untuk sirkulasi udara agar Rempah-rempah bisa tahan lama. Di sini juga sangat bersih dan menurut saya cocok bagi anda yang ingin foto pre wedding bersama dengan pasangan anda.

Selepas dari museum ini saya mengunjungi Menara Syahbandar, menara ini merupakan menara pengawas kapal-kapal yang dulu halu lalang di wilayah pelabuhan Sunda Kelapa ini. Menara ini sebenarnya tidak terlalu tinggi hanya 12 M tingginya, namun kala itu cukup untuk mengawas semua kapal-kapal yang masuk di wilayah muara sungai Ciliwung ini. Saya sangat suka dengan khas jendela dari Menara ini yang sangat indah dengan warna kehijauan nya. Kemudian kita boleh masuk ke menara ada 4 lantai di masing-masing lantai kita bisa melihat sedikit kisah tentang menara ini dalam bentuk infografis. Namun yang agak bikin serem adalah setiap kita naik tangga suara tangga akan berbunyi saya pikir udah rusak nih tangganya tapi memang itu ciri khas dari tangga di menara pengawas atau mercusuar jadi bisa menginformasikan ada orang masuk atau tidak. Dari puncak menara kita masuk ke sebuah ruangan yang berwarna merah yang disebut dengan Culemborg (dari bahasa Belanda yang artinya ruang pengawas), cat merah di ruangan ini saya rasa masih baru, mungkin efek dari renovasi kemudian dari sini kita bisa melihat muara sungai Ciliwung yang sayangnya sudah tercemar oleh sampah ibukota.

 

 

 

Ada legenda mengatakan bahwa di bawah menara ini ada sebuah jalan terowongan rahasi yang sangat panjang dan bisa menembus ke Balai kota yang saat ini menjadi Museum Fatahillah. Dan tidak hanya sampai di Balai Kota tapi juga menembus sampai Benteng Frederik Hendrik di dekat Mesjid Istiqlal. Saya juga tidak tahu kenapa akhirnya ditutup ya padahal kalau tidak bisa jadi tempat wisata yang menarik itu terowongan bawah tanah tersebut bukti peradaban negeri kita yang sangat luar biasa.

Demikian perjalanan saya ke satu lagi musuem yang sangat mempesona saya yaitu Museum Kebaharian dan Menara Syahbandar di Penjaringan Jakarta Utara dengan alamat Jalan Pasar Ikan no 1 Penjaringan Jakarta Utara. Jika anda hendak kemari jam buka museum adalah 09.00-15.00 dan harga tiket masuk hanya 5000 rupiah sudah termasuk dengan masuk ke Menara Syahbandar. Hari Senin dan libur nasonal museum tutup. Ayo mari kita ke Museum.

Ayo Ke Museum : Jejak Kapal Flor De La Mar di Malaka

Museum Samudra Malaka, Maret 2017

Terdapat satu buah museum lagi yang saya datangi ketika perhelatan saya ke Malaka pada bulan Maret 2017 lalu. Museum Maritime atau Museum Samudera Malaka, tidak begitu sulit untuk menemukan museum ini di Malaka anda hanya tinggal berjalan dari Red Square dan anda akan melihat sebuah kapal Portugis yang sangat besar, nah anda telah menemukan Kapal Flor De La Mar, atau maksud saya adalah anda telah menemukan Museum Maritim.

Kapal Portugis Flor De La Mar

Sebelumnya saya sudah pernah ceritakan betapa indahnya kota Malaka di cerita ini kemudian saya juga menceritakan kisah saya berkunjung ke museum yang menceritakan betapa Laksamana Cheng Ho menjadikan kota ini sebagai kota favorit nya di Museum Cheng Ho. Selanjutnya saya akan menceritakan tentang kisah saya berjalan di replika kapal Flor De La Mar ini.

Replika Kapal Flor De La Mar, di dalam kapal ini Museum terssbut berada

Flor De La Mar adalah kapal besar yang merupakan mahakarya dari Portugis, kapal ini dibangun pada tahun 1502 di Lisbon dan memiliki berat 400 ton merupakan kapal terbesar di masanya. Namun nasib tidak baik menimpa kapal ini, kapal ini tenggelam di perairan Selat Malaka dalam perjalananya dari Kota Malaka menuju Goa India pada tahun 1511, rencananya setelah tiba di Goa kemudian melanjutkan perjalanan ke Lisbon, sampai sekarang berdasarkan beberapa sumber literatur yang saya baca, tenggelamnya kapal ini masih menjadi misteri dan melegenda sampai saat ini. Jadi teringat dengan film yang baru saja saya tonton di bulan ini yaitu Pirates of Carribean, apakah mungkin kapal tersebut dirampok oleh perompak karena kabarnya kapal ini membawa emas berton-ton hasil kekayaan Kerajaan Portugis atas perdangangan nya di wilayah Asia wow luar biasa bukan atau malah terkena kutukan lautan seperti yang begitu banyak diceritakan di kisah Pirates of Carribean, apapun itu biarlah menjadi misteri.

Replika Kapal dari dekat
Pemandanganya Sungai Malaka yang epik

Benar-benar kreatif memang pemerintah Malaka yang merepresentasikan kapal Flor De La Mar ini sebagai manifestasi dari pencitraan kekuatan Maritim di negeri jiran ini. Fokus utama museum ini adalah sejarah kelautan Malaka dan perkembangan perdagangan Malaka di era kolonialisme Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang di bumi Malaka. Nah sebelum anda bisa menikmati koleksi museum silahkan membeli tiket terlebih dahulu dan tiketnya tidak terlalu mahal kok hanya 10RM saja. Jam buka museum ini adalah 09.00 AM-17.00PM pada hari Senin-Jumat sedangkan sabtu dan minggu waktu tutup diperpanjang sampai dengan jam 21.00 PM.

Suasana Museum di dalam kapal
Replika Kapal para penjelajah laut
Diorama dalam Museum

Ketika sudah membeli tiket maka kita diwajibkan untuk membuka sepatu atau alas kaki kita dan hal ini cukup menggangu menurut saya ketika panas menyengat karena balkon kapal adalah dari kayu sehingga sangat menyengat di kaki kalau kita berjalan antar balkon jadi saran saya adalah jangan lupa pakai kaus kaki. Setelah menaiki beberapa anak tangga, setelah kita naik kita bisa melihat pemandangan Sungai Malaka dan sekitaranya yang view di sini berbeda dengan view di St. Paul Hill, di sini viewnya lebih terlihat sungai tapi tetap indah untuk dilihat. Bilik pertama yang saya datangi adalah Bilik Peta yang merupakan bagian dari Kartografi orang Portugis, lengkap petanya mulai dari peta Asia sampai dengan dunia ada di bilik ini.

Bilik utama terletak di tengah kapal, di sini banyak terdapat diorama-diorama mulai dari Kesultanan Malaka sampai beberapa tokoh Laksamana asli Melayu yaitu Laksamana Hang Tuah dan Panglima Awang. Terdapat jajaran replika kapal bangsa Portugis, Belanda, Inggris, dan semuanya pernah berlabuh di pelabuhan Malaka ini. Yang saya sukai di bilik ini adalah pertama adem iya di luar panas sekali saya kebetulan berada di sini pada pukul siang yang terik teriknya, kedua adalah karena letak diorama antara satu dan lain sangat menarik sekali saya sama sekali tidak bosan, ini merupakan daya tarik yang sangat luar biasa dari museum ini karena susunan satu dengan diorama lain begitu jelas, sederhana, dan mampu membuat kita memahami bahkan bagi yang sama sekali belum mengerti sejarah Malaka.

Museum ini terdiri dari 3 lantai yang menurun ya kayaknya, dari bilik atas kita akan turun satu persatu ke lantai selanjutnya dan kemudian kita naik lagi dan ternyata tempat ini sangat besar ya. Di lantai paling bawah ada replika penjara  kapal dimana tawanan dari kapal ini dimasukan ke dalam penjara. Selain itu ada juga beberapa uang koin emas yang pernah di bawa oleh kapal Flor De La Mar, betapa luar biasa ya kapal ini membawa harta karun yang sangat banyak.

Bilik Kapten
Replika Aktivitas Kapten Kapal

Setelah puas melihat lambung kapal, jangan lupa di i lantai kapal paling atas adalah Bilik Kapten di dalam bilik ini ada diorama dari aktivitas seorang kapten sedikit imajinasi saya ke Captain Jack Sparrow atau Captain Barbossa mungkin, terlihat beberapa orang banyak melakukan selfie dan wefie yang tentunya kesempatan langka ini kapan lagi coba bisa selfie dengan replika kapal antik ini.

Gedung Baru Museum Samudera yang terletak tidak jauh dari Kapal Flor De La Mar

Ada satu lagi bangunan museum Samudra yang banyak tidak diketahui oleh para turis yaitu bangunan di sebelahnya yang juga merupakan bagian dari Museum Samudra, banyak sekali diorama yang hadir di gedung ini. Kabarnya bangunan ini merupakan bangunan baru yang merupakan perluasan dari Museum Samudra. Diorama yan hadir disini lebih universal mulai dari biologi (makhluk laut), geografi (topografi laut), sampai jenis-jenis kapal dari berbagai negara tetangga seperti Indonesia. Perahu Pinisi asal Makasar terdapat replika nya di museum ini wah bangga menjadi Indonesia. Selain itu di sini juga terdapat beberapa kisah sejarah para penjelajah dunia, mulai dari Vasco Da Gama, Marcopolo, Laksamana Cheng Ho, Ibnu Batuta, Captain James Cook, Christopher Columbus, dan lainya.

Kisah Portugis di Malaka
Flor De La Mar di bawah Langit Malaka
What a wonderful experience

Selesai sudah kunjungan saya di Malaka setelah mendatangi beberapa musuem yang menjadi target saya. Walaupun di tengah suasana yang sangat panas kala itu tidak menyurutkan semangat untuk terus menjelajahi kota yang bersejarah ini.

Ferdi Cullen

 

Ayo Ke Museum : Ayo Kenali Cheng Ho Sang Penjelajah Muslim

Malaka Maret 2017

Malaka sebagai kota yang penuh dengan sejarah mempunyai begitu banyak museum. Mayoritas museum tersebut adalah museum yang bersejarah dan punya nilai historikal yang tinggi. Salah satu museum yang saya datangi adalah Cheng Ho Cultural Museum yang terletak sangat dekat dengan jalan menuju ke Jonker Street. Museum ini masih kalah populer dibandingkan Museum Baba Nyonya Heritage dan juga Museum Maritim Malaka. Namun atas dasar rasa ingin tahu tentang karakter Laksamana Cheng Ho maka saya merasa bahwa pergi ke museum ini adalah penting, kemudian museum ini juga adalah museum kedua Laksamana Cheng Ho terlengkap setelah yang satu nya ada di negeri Tirai Bambu China.

Berdasarkan informasi dari Wikipedia, Cheng Ho adalah seorang Kasim beragama Islam berasal dari Propinsi Yunan. Cheng Ho melakukan perjalanan pertama nya dari negeri China pada abad ke-15. Dengan membawa armada laut 307 kapal laut dan 27 ribu armada laut, Cheng Ho melakukan perjalanan mulai dari Vietnam sampai dengan Afrika. Beliau juga sampai di Indonesia yaitu di Palembang, Jawa (Jawa Tengah), dan Sumatra.

Cheng Ho Cultural Museum

Cheng Ho memang dari keluarga muslim. Ia anak dari Haji Ma Ha Zhi dan ibu dari marga Oen (Wen) di Desa He Tay, Kabupaten Kun Yang. Cheng Ho merupakan salah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan yang baik kepada Kaisar Cina Yong Le yang berkuasa dari tahun 1403 hingga 1424 yang merupakan kaisar ketiga dari dinasti Ming. Dalam semua ekpedisi pelayaran dunia, tak bisa melepaskan sebuah nama bernama Cheng Ho. Walaupun masih kalah populer dengan pelaut ulung seperti Bartolemeus Dias, Marco Polo, Vasco da Gama, Christopher Colombus,dan lainnya. Namun sebenarnya armada yang dimiliki oleh Cheng Ho jauh lebih besar dibandingkan dengan para pelaut Eropa.

Peta Perjalanan Laksamana Cheng Ho
Patung Sang Laksamana Cheng Ho

Museum ini merupakan tempat peristirahatan sang Laksamana ketika dia datang berkunjung ke Malaka, setidaknya menurut informasi yang diberikan dalam museum bahwa Cheng Ho datang ke Malaka 5 kali selama 7 kali beliau melakukan pelayaran ke Barat. Oleh sebab itu Cheng Ho sangat menyukai sekali kota  ini. Bangunan museum ini sarat dengan arsitektur rumah pada era Dinasti Ming, dan kabarnya lagi memang rumah ini dibangun demikian pada abad ke 15 khusus agar Cheng Ho merasa betah ketika beliau berkunjung ke Malaka.

Tiket menuju museum ini relatif murah yaitu 10 RM saja, nampak memang tempat ini not a tourisity place saya cuman seorang diri di museum ini. Awalnya kita akan diperlihatkan oleh beberapa diorama terkait dengan asal mula Cheng Ho yaitu penjelasan dimana beliau lahir, dan yang paling saya sukai adalah patung kakek Cheng Ho yang sedang mengajarkan kepada cucu nya tentang perjalanan ke Tanah suci Mekah dan hal itu sangat menginspirasi Cheng Ho untuk melakukan ekspedisinya yang luar biasa ini.  Selain itu di ruang ini juga ada beberapa barang pribadi Cheng Ho yang ditingalkan oleh beliau pada masa berkunjung ke Malaka di antaranya adalah tandu Cheng Ho, kereta kuda, dan bahkan lonceng milik beliau.

Suasana Museum Cheng Ho sederhana sekali namun sarat Sejarah
Kisah Sang Kakek Laksamana yang menceritakan perjalanan nya ke Tanah suci Mekkah

Ruang berikutnya adalah ruang sejarah Malaka, ternyata catatan infografis di museum ini tentang sejarah Malaka menurut saya sangat lengkap. Saya melihat penjelasan dimulai dari ketika Parameswara menemukan Malaka dan membangun kesultanan di wilayah ini sampai kisah kolonialisme yang silih berganti mulai dari Portugis, Belanda, Inggris, sampai dengan Jepang. Sangat lengkap sekali malah saya belajar banyak sejarah Malaka malah dari museum ini jadi ini merupakan sebuah nilai tambah di museum ini

Infografis Sejarah Malaka sangat lengkap di museum ini

Ruang selanjutnya berisi replika Budaya Ming, yang banyak berisi replika manusia bercocok tanam, berkebun, menangkap ikan, dan memasak. Selama Cheng Ho berlayar dan berjumpa dengan banyak sekali suku yang sangat beragam beliau mengajarkan berbagai teknik kepada masyarakat misal teknik bercocok tanam, teknik menangkap ikan, dan lain nya sehingga menjadikan Cheng Ho sangat dicintai oleh banyak orang karena dia tidak hanya datang berkunjung namun memberikan pelajaran tentang budaya Ming yang akhirnya diakulturasikan ke dalam kebudayaan masing-masing suku yang beliau jumpai. Salut banget sama sang Laksamana.

Replika Bercocok Tanam Dinasti Ming yang diajarkan Sang Laksamana kepada masyarakat yang beliau kunjungi
Koleksi Chinese Keramik di museum ini

Setelah melewati ruangan ketiga, saya pun beranjak ke atas di sini masih berhubungan dengan budaya Dinasti Ming yaitu keramik. Yup seperti kita ketahui bersama Dinasti Ming terkenal dengan keramiknya yang sangat indah, keramik ini banyak terdapat di setiap wilayah yang beliau kunjungi. Selang beberapa langkah dari ruang keramik, kita akan dikagetkan dengan sebuah ruangan yang ya ampun banyak banget replika kapal kuno dinasti ming. Kita sudah  sampai di tempat utama di museum ini yaitu replika armada Cheng Ho, pemilik museum adalah orang yang sangat detail sesuai informasi saya sebelumnya bahwa setiap Cheng Ho datang berkunjung ke suatu negara beliau akan ditemani oleh 307 kapal dan benar sang pemilik museum pun mempunyai 307 kapal replika di museum ini hebat kan….

Pada lantai dua ada sebuah teras dengan view Jonker Street yang keren ini

Epik ini menurut saya karena saya terus terang baru ini melihat replika kapal sebanyak ini, sampai berpikir kenapa gak masuk Guinnes Record ya. Setelah melewati replika kapal ada beberapa informasi tentang navigasi kapal dan cara Cheng Ho menentukan arah dalam setiap perjalanan nya. Selain replika kapal ada juga miniatur kota Malaka tempo dulu yang mirip mirip Macau saya lihat karena banyak sekali rumah beratap orange yang cantik sekali.

Replika Malaka abad 15
Kemegahan Armada Cheng Ho dengan replika 307 kapal wah keren sekali

Tidak dapat dipungkiri bahwa Sang Laksamana adalah seorang muslim, untuk menghormati hal itu maka dibuat sebuah ruang khusus untuk menceritakan bagaimana pengalaman beliau dalam membangun mesjid di masing-masing wilayah yang beliau kunjungi, berikut juga diceritakan kisah pengalaman beliau berkunjung ke Tanah Suci Mekah. Di Indonesia sendiri pun ada mesjid dari Sang Laksamana yaitu di wilayah Surabaya.

Ruang Navigasi Sang Laksamana banyak pengetahuan Astronomi di ruang ini

Ruangan tentang Islam merupakan ruangan terakhir sebelum turun ke bawah dan perjalanan saya di museum ini selesai. Ada beberapa hal yang saya sukai dari museum ini yaitu :

  1. Paling lengkap dalam hal sejarah Malaka dan jadi jelas banget kisah sejarah nya kota Malaka
  2. Kagum banget dengan tokoh Laksamana Cheng Ho seorang kasim Muslim yang menjadi pelaut sejati yang sejajar dengan pelaut pelaut Eropa
  3. Replika kapal nya itu loh keren banget sang pengurus museum betul betul detail sekali memperhatikan masing-masing kapal yang berjumlah 307 itu.
  4. Tidak hanya tentang Sejarah kita juga bisa mempelajari tentang Budaya Dinasti Ming , dan budaya beberapa negara yang pernah dikunjungi oleh Laksamana Cheng Ho salah satunya adalah Indonesia
Gallery khusus Indonesia

Nah tunggu apalagi jika anda ingin berkunjung ke Malaka dan mencari variasi wisata anda worth it sekali untuk dijadikan salah satu tempat yang bisa anda kunjungi selama perlancongan anda ke Malaka.

Sekian dan berhubung Ramadhan saya mau mengucapkan Selamat Menjalankan Ibadah Puasa untuk yang Merayakan nya Mohon Maaf Lahir Bathin.

Ferdi Cullen

 

Ayo Ke Museum : AVROS Museum Perkebunan Indonesia

Masih edisi museum, saya kembali lagi menelusuri ada museum apa lagi di kota Medan yang terbaru, ternyata saya menemukan sebuah museum yang sangat istimewa di Sumatera Utara yaitu Museum Perkebunan Indonesia. Museum yang dibuka belum lama ini yaitu tepatnya tanggal 10 Desember 2016, adalah sebuah museum tematik perkebunan pertama di Indonesia. Ide awalnya adalah dari salah seorang tokoh perkebunan nasional yaitu Soedjai Kartasasmita yang menyatakan bahwa Indonesia perlu ada sebuah museum yang membahas tentang perkebunan, dan baru pada tahun 2015 hal tersebut disetujui sehingga saat ini kita sudah bisa melihat museum ini.

Tampak depan Museum Perkebunan Indonesia

Dengan jam operasional yaitu Selasa-Minggu mulai dari jam 09.00 sd 16.00 hari senin tutup, museum ini mempuyai harga tiket yaitu Rp.8.000 untuk warga lokal dan Rp. 25.000 untuk wisatawan asing. Awalnya museum ini adalah bangunan tua dari jaman kolonial Belanda sehingga bangunan ini bergaya arsitektur Eropa, nama bangunan ini adalah AVROS. Avros merupakan singkatan dari Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatera (AVROS). Avros merupakan sebuah organisasi perkebunan karet Sumatera Timur yang berdiri pada tahun 1916.

Selamat Datang di Museum Perkebunan Indonesia

Museum ini sangat sederhana karena hanya menampilkan visualisasi dari sejarah perkebunan di Indonesia. Ruang Pertama terdapat sebuah infografis yang menjelaskan tentang Timeline dari Perkebunan Indonesia. Perkebunan di Indonesia diawali pada jaman prakolonial dimana masyarakat Indonesia yang kala itu mata pencarianya adalah Agraris, kemudian pada masa kolonial mulai diperkenalkan sebuah kongsi-kongsi dagang yang mempunyai andil membangun perkebunan ini dengan tujuan agar dapat mengirimkan hasil perkebunan tersebut ke negara-negara Eropa seperti kopi, lada, maupun rempah-rempah.

Timeline Sejarah Perkebunan Indonesia

Tidak sulit menelusuri museum ini karena tanda-tanda jejak kaki sudah terlihat jelas di bawah kaki anda jadi silahkan kamu ikuti saja langkah selanjutnya. Ruang selanjutnya merupakan Ruang Kelapa Sawit yang merupakan ruang yang saat ini menjadi komoditas perkebunan utama di Sumatera Utara. Di ruang ini anda akan diinformasikan tentang betapa luar biasanya teknologi pertanian yang mampu mengolah kelapa sawit menjadi banyak komoditi misal kosmetik, bahan makanan, maupun minyak goreng. Pada tahun 2007 Indonesia diklaim sebagai produsen minyak sawit di Dunia menggeser Malaysia yang sejak tahun 60 an bertengger di nomor satu.

Berbagai produk olahan Kelapa Sawit

Berikutnya adalah kopi, yup Indonesia juga terkenal akan kenikmatan kopinya tidak hanya negara Eropa dan Timur Tengah. Khusus kopi saat ini masih banyak terdapat di Jawa sebagai produsen terbesar namun saya tidak menemukan adanya cerita tentang kopi yang berasal dari kampung saya yaitu Kopi Mandailing, yang mana kalau saya baca di beberapa buku kopi tersebut bahkan dibawa oleh bangsa Arab ke Turki bahkan sampai ke China. Hmmm apakah memang kurang lengkap ya museum ini tapi tetap informasi yang diberikan sangat menambah pengetahuan kita bersama, ada juga contoh biji kopi sebanyak 2 karung yang bau nya sangat khas sekali. Selanjutnya adalah kakao (cokelat) yang menampilkan sebuah infografis bagaimana buah kakao bisa menghasilkan Cokelat. Teh adalah komoditas selanjutnya yang dibahas di Museum ini, dan di sini diceritakan bahwa perkebunan teh di Simalungun sudah ada sejak tahun 1910 loh. Indonesia juga masuk di jajaran 3 besar penghasil teh dunia setelah India dan Srilanka.

Komoditi perkebunan selanjutnya di ruang ketiga adalah Tebu, yak tebu yang merupakan bahan dasar gula ini adalah satu-satu nya komoditi yang asli Indonesia. Tanaman tebu diyakini berasal dari Merauke di Papua. Namun pengelolaan Tebu sudah dilakukan oleh pengusaha keturunan Tionghoa yang paling terkenal adalah Oei Tiong Ham yang merupakan Raja Gula di masa Perang Dunia ke II. Selain Tebu di ruangan ini ada khusus menceritakan sebuah komditas yang dulu pernah membuat kota Medan menjadi sangat terkenal yaitu Tembakau Deli. Ada yang lain di sini selain infografis tentang Tembakau ada sebuah replika contoh seorang wanita yang sedang mengenyam Tembakau sebuah pemandangan yang khas sekali kala itu ketika Tembakau masih menjadi sebuah komoditas yang sangat terkenal. Kala itu Sultan Deli sebagai sang panguasa mengijinkan Belanda untuk membuka sebuah kongsi dagang khusus Tembakau. Tembakau Deli ini yang menjadikan wilayah Medan dan Sumatera Utara mendunia. Selain replika wanita pengeyam Tembakau ada juga replika Bangsal yang merupakan tempat yang digunakan untuk mengeringkan daun tembakau, bangsal ini bentuknya sangat unik dan saya pernah melihat bangsal ini ketika saya dalam perjalanan ke daerah Pancing.

Replika Wanita Pengenyam Tembakau tempo dulu
Replika Bangsal Tembakau Deli

Karet adalah produk selanjutnya yang merupakan tampilan di ruang ini, yang menarik adalah sebuah pohon karet asli setinggi 3 meter beserta dengan getah karet tersedia di sini. End of museum kamu akan bertemu dengan souvenir Shop dan ada sebuah trick eye juga namun berhubung pada saat saya datang kesini kondisi nya sangat sepi agak seram juga memang rumah ini hehehe. Tapi saya tidak takut saya melanjutkan ke lantai 2, sebenarnya lantai 2 ini not officialy buka sih, namun karena tidak ada orang saya beranikan diri ke atas ada beberapa bangunan yang memang sedang direnovasi di lantai 2 ini dan kondisi nya juga panas ketika itu maklum AC nya belum dihidupkan, kemudian saya sangat tertarik sekali dengan alat-alat perkebunan yang ternyata dipamerkan di sini ada timbangan ada alat stempel kantor dan lainya saya yakin pasti akan menjadi tempat yang menarik lantai ini jika sudah officially dibuka.

Pohon Karet asli di museum ini

Saya melanjutkan kunjungan saya ke museum ini di lantai bawah keluar dari museum, di instagram saya pernah lihat ada beberapa anak muda yang berfoto dengan pesawat yup di museum ini ada pesawat. Ada beberapa jenis transportasi perkebunan yang sudah tidak digunakan lagi dipamerkan di museum ini. Diantaranya adalah pesawat capung yang digunakan untuk menyiram kebun tembakau, kemudian berikutnya ada kereta uap yang digunakan untuk mengirim hasil tembakau dari kebun ke pabrik, jadi anda bisa bebas berselfie ria di sini dengan berbagai alat transportasi ini.

Pesawat ini digunakan untuk menyiram Tembakau di Kebun Tembakau Deli
Kereta Uap yang digunakan mengangkut hasil perkebunan

Demikian kunjungan saya ke museum baru yang sangat menarik ini saya harap ada terjangan baru dari museum ini sehingga banyak orang yang akan berkunjung ke museum ini ayo ke Museum..

Foto Kota Tua Medan di Museum Perkebunan

Ferdi Cullen